DENPASAR – Bali perlu merancang dan menggarap secara serius sektor penunjang ekonomi Bali selain pariwisata.
Tahun 2025 menjadi momentum arah pembangunan ekonomi Bali untuk lebih serius meningkatkan SDM yang berdaya saing selain mengandalkan sektor pariwisata, yaitu sektor pertanian menjadi prioritas.
Hal tersebut terungkap dalam agenda Outlook Ekonomi Bali yang menghadirkan beberapa pembicara, di Prime Plaza Sanur, Selasa (10/12/2024).
Fungsional Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Bali, Ida Bagus Putrayasa memaparkan, Pemerintah Provinsi Bali memprioritaskan sektor padat karya seperti pertanian, UMKM dan pariwisata sebagai prioritas pembangunan di 2025.
Kata Putra Yasa menyebutkan ada 7 prioritas pembangunan di 2025 yang disusun dalam konsep pemantapan transformasi ekonomi Kerthi Bali yang hijau, tangguh, dan sejahtera serta memperkuat daya saing daerah. Prioritas nomor satu yakni pertanian, UMKM dan pariwisata, kemudian pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), dan Kesehatan. Kemudian pembangunan adat, tradisi, seni dan budaya, prioritas kelima yakni lingkungan hidup, keenam infrastruktur dan terakhir tata kelola pemerintahan dan reformasi birokrasi.
Sektor pertanian sebagai prioritas utama juga terdapat dalam transformasi ekonomi Bali dimana ada 6 sektor unggulan yakni pertanian, perikanan, industri, UMKM, ekonomi kreatif dan digital serta terakhir pariwisata.
“Transformasi perekonomian Bali ditujukan untuk memperkuat sektor-sektor di luar pariwisata, sehingga Bali tidak sepenuhnya bergantung pada pariwisata. Pasalnya, sektor pariwisata sangat rentan terhadap faktor eksternal dan dinamika internasional, seperti letusan Gunung Agung pada tahun 2017 dan pandemi Covid-19 pada tahun 2020 hingga 2022,” jelas Putrayasa dalam paparannya.
Enam strategi telah dirumuskan agar Bali dapat menjalani transformasi tersebut yakni Bali Pintar dan Sehat, dimana sumber daya manusia (SDM) Bali harus sehat bergizi, cerdas berkarakter kuat, dan inovatif dan kreatif. Kemudian strategi Bali produktif, yakni produktivitas tenaga kerja menuju pekerja kelas menengah, modernisasi pertanian menuju Bali organik, industri hijau bernilai tambah tinggi & berorientasi ekspor, pariwisata berkualitas dan berkelanjutan. Ekonomi kreatif berdaya saing dengan pasar yang luas dan ekosistem UMKM tangguh dan berorientasi ekspor.
Strategi ketiga yakni Bali hijau yang meliputi pengembangan energi bersih (bauran energi terbarukan). Transformasi pengelolaan sampah, transportasi ramah lingkungan, penanganan dampak perubahan iklim dan pengembangan blue economy. Strategi keempat yakni peningkatan sarana/prasarana konektivitas, pengembangan Bali sebagai, logistik hub udara, integrasi ekonomi Bali-Nusa Tenggara-Jawa Timur.
Bappeda juga menyusun strategi Bali Smart Island dengan program peningkatan literasi digital dan kompetensi SDM, peningkatan kualitas infrastruktur digital, penguatan praktik digital pada dunia usaha & pelayanan publik, dan destinasi startup global. Kemudian strategi Bali kondusif dengan program penguatan keuangan daerah, penguatan dukungan lembaga keuangan, perbaikan kemudahan berusaha, reformasi birokrasi dan kelembagaan.
Hal senada disampaikan Pengamat Ekonomi Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas), Ida Bagus Raka Suardana. Ia, menegaskan kembali pengembangan sektor padat karya perlu dilakukan, terutama sektor padat karya diluar pariwisata seperti pertanian, industri dan jasa.
Pemerintah harus mulai merealisasikan program tersebut jika ingin mempertahankan pertumbuhan ekonomi Bali. “Kami melihat pertumbuhan ekonomi Bali diperkirakan berada di kisaran 5,5% – 6%, sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi global dan nasional.Masih dalam rentang optimis karena didukung oleh pemulihan sektor pariwisata dan diversifikasi sektor ekonomi lainnya,” ujar Suardana.
Suardana juga memproyeksikan kredit konsumsi dan produktif diperkirakan tumbuh sekitar 10%-12%, terutama di sektor UMKM dan ekonomi kreatif. Perbankan mendukung program digitalisasi layanan keuangan untuk UMKM lokal. Peningkatan investasi, investasi pada instrumen berbasis ESG (Environmental, Social, and Governance) diperkirakan akan meningkat, seiring dengan tren pariwisata hijau.
Sementara itu ketimpangan pembangunan antara Bali Selatan dan Bali Utara masih menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi pemerintah. Ketimpangan ini disebabkan oleh pusat aktivitas ekonomi Bali masih berada empat Kabupaten di Bali Selatan yakni Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan (Sarbagita).
Deputi Kepala Perwakilan Provinsi Bali, Gusti Agung Diah Utari menjelaskan Konsentrasi perekonomian pada wilayah tersebut juga tercermin dari share ekonomi, hingga kredit dan dana pihak ketiga (DPK) yang cukup besar.
Pada posisi Oktober, realisasi kredit di kawasan pariwisata mencapai Rp95,75 triliun, sedangkan di kawasan non pariwisata Rp27,71 Triliun. Simpanan nasabah juga didominasi dari daerah pariwisata dengan nilai dana pihak ketiga Rp151,75 triliun, sedangkan di luar daerah pariwisata hanya Rp21,99 triliun. (sur,dha)