DENPASAR-Duta Kota Denpasar berhasil menyapu bersih juara I dalam Wimbakara (lomba) Desain dan Peragaan Busana serangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-44 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Denpasar, Minggu (26/6/2022).
Kegiatan diikuti oleh duta dari sembilan kabupaten/kota di Provinsi Bali ini memperlombakan tiga kategori yakni lomba desain dan peragaan busana kerja adat Bali berpasangan, desain dan peragaan busana casual berpasangan, serta busana pengantin modifikasi berpasangan.
Puluhan model terlihat berlenggak-lenggok dengan penuh percaya diri membawakan busana hasil rancangan terbaik dengan diiringi gamelan Semara Pagulingan yang dibawakan Sanggar Surya Nada Mandala SMKN 5 Denpasar.
“Untuk penilaian lomba menyangkut etika dan estetika. Dalam estetika, ada unsur desain, komposisi, balancing, point of interest, proporsi dan sebagainya,” kata Dr. Tjok Istri Ratna Cora, selaku koordinator tim juri Wimbakara (lomba) Desain dan Peragaan Busana tersebut.
Selain Ratna Cora, empat juri lainnya yakni Anak Agung Anom Mayun Konta Tenaya, Cokorda Abinanda Sukawati, I Gede Yudi Ardana Putra dan Pande Putu Wijana.
Ratna Cora bersama empat dewan juri lainnya merasa senang karena rancangan busana kerja adat Bali dan maupun busana casual yang dibawakan oleh para model, kemajuannya sudah sangat baik dibandingkan pelaksanaan PKB pada tahun-tahun sebelumnya.
“Para desainer sudah mengerti kriteria yang dimaksud sehingga pesannya tersampaikan, seperti terkait penggunaan kain tradisional endek 70 persen dan 30 persennya sisanya merupakan kain pendukung yang berbahan kain tenun Bali juga,” ucapnya.
Demikian pula untuk desain busana kerja adat Bali, ia menilai para desainer sudah lebih kreatif dan inovatif untuk mengolah bahan tekstil tradisional endek.
“Yang terpenting muaranya sesuai payung hukum Pergub Bali No 79 Tahun 2018 tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali. Dengan adanya pergub itu, kita semakin kreatif untuk menjaga dan melestarikan kain-kain tradisional,” ujar akademisi ISI Denpasar itu.
Terkait lomba busana pengantin modifikasi, Anak Agung Anom Mayun Konta Tenaya menekankan para perias harus mengetahui dengan baik, mana yang menjadi pakem dari ujung kepala hingga kaki, dan bagian mana bisa dimodifikasi.
“Untuk modifikasi sebenarnya hanya bisa 10 persen. Modifikasi untuk memperbaiki pakem dengan tanpa merusak struktur aslinya,” ujarnya melanjutkan.
Pakem menyangkut tata rias, penggunaan aksesoris, penggunaan busana, teknik penggunaan busana. Yang terutama juga serinata, pusungan, dan semi. “Yang terpenting, para peserta bisa menampilkan sedetail mungkin sesuai dengan aslinya,” kata Anom Mayun yang juga dosen ISI Denpasar itu.
Berdasarkan hasil penilaian dari dewan juri, untuk lomba peragaan busana casual, duta Kota Denpasar meraih juara I, Kabupaten Tabanan (juara II) dan Kabupaten Gianyar (juara III).
Sedangkan untuk desain dan peragaan busana kerja adat Bali, Kota Denpasar (juara I), Kabupaten Jembrana (juara II) dan Kabupaten Badung (juara III).
Sementara itu pada lomba busana pengantin modifikasi, Kota Denpasar (juara I), Kabupaten Jembrana (juara II) dan Kabupaten Tabanan (juara III).
Ketua Dekranasda Kota Denpasar Sagung Antari Jaya Negara mengaku senang dan bangga dengan capaian yang diraih para duta dari Kota Denpasar dalam lomba desain dan peragaan busana tersebut.
“Ini berkat kerja sama semua pihak dan sekaligus mendapat dukungan pemerintah. Oleh karena itu, kami harus bekerja maksimal untuk menunjukkan hasil karya desainer muda anak Denpasar. Terima kasih kepada para desainer yang telah bekerja maksimal,” ujarnya.
Keberhasilan duta Denpasar, lanjut Sagung Antari, karena memang berpatokan atau sesuai pada pakem, khususnya dalam lomba busana pengantin berpasangan.
Ketua Dekranasda Provinsi Bali Putri Suastini Koster mengharapkan busana masyarakat Bali yang digunakan pada tatanan adat, agar semaksimal mungkin menggunakan produk tenun perajin Bali. Sedangkan kain pabrikan dapat digunakan untuk rias modifikasi.
Ia berharap ke depan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali dapat melaksanakan FGD bersama kabupaten/kota dan asosiasi pelaku tata rias untuk merumuskan terkait pelestarian dan pengembangan tata rias adat Bali.
“Jangan sampai ketika mengembangkan hal yang harus kita lestarikan, kebablasan, terdegradasi dan suatu saat menjadi hilang,” kata Putri Koster.
Dalam kesempatan itu, ia memberikan masukan supaya penampilan busana adat dari kabupaten/kota dalam ajang PKB bisa ditampilkan dalam format parade, tidak lagi dalam bentuk lomba.
“Jadi, bagaimana ditampilkan dari masing-masing kabupaten, keagungan dan keanggunan busana adat pengantin, busana adat ngeraja sewala (beranjak dewasa), dan busana potong gigi,” ujar Putri Koster.
Sedangkan untuk budaya inovasi yang berakar dari tradisi dipersilakan untuk terus dilombakan, tetapi jangan pernah mengambil utuh dari pakem busana adat.(sur)