DENPASAR – Sebanyak 1.439 Lembaga Perkreditan Desa (LPD ) dari 1.500 Desa Adat di seluruh Bali berdasarkan data terbaru Oktober 2024 tercatat aset yang dimiliki cukup fantastik yaitu mencapai Rp 33, 7 triliun. Belakangan kasus LPD kian merebak, tidak sedikit pengurus yang dijebloskan ke ranah hukum .
Kabid Pembinaan Perekonomian Desa Adat Pemajuan Masyarakat Adat ( PMA) Provinsi Bali I Made Joni Raditya menerangkan, lemahnya tata kelola LPD sejauh ini menjadi pemicu berbagai kasus LPD bermasalah di Bali. “Kelemahannya belum banyak LPD memiliki perarem yang mengatur tata kelola LPD yang dipayungi oleh awig-awig sesuai Perda Provinsi Bali ini yang sedang kita dorong kepada seluruh Desa Adat di Bali,” kata Joni Raditya salah satu pembicara dalam Forum Diskusi Nasional Peduli LPD yang dilaksanakan di Gedung PWI Bali, Rabu (18/12/2024).
Joni Raditya memaparkan, ada kesenjangan dalam penerapan tata kelola LPD. Pertama kesenjangan regulasi, awig, perarem dan turunanya yang mengatur, mengawasi dan mengelola LPD. “Belum semua LPD memilikinya,” ucap Joni.
Selanjutnya kesenjangan kelembagaan yaitu penerapan tata kelola modern, kompetensi SDM hingga teknologi. “Selain itu, Kedudukan LPD atau linggihnya di desa adat banyak belum dipahami, padahal LPD adalah milik desa adat, ada krama kedudukanya paling tinggi,kemudian pengurus desa adat , ada kertha desa, yang mengawasi, ada fungsi kontrol disana, sehingga pengurus LPD bekerja berdasarkan tata kelola yang telah diatur berdasarkan perarem,” jelasnya.
Sementara itu pembicara lainya IB Rai Dharma Wijaya Mantra yang juga Anggota DPD RI Perwakilan Bali mengungkapkan bicara LPD saat ini ekosistemnya yang hilang dan sebaiknya dibangkitkan lagi, sehingga apa yang menjadi ide tentang modal budaya agar tetap dijaga harga dirinya.
“Prioritas utama yakni memperbaiki ekosistem LPD. Pasca lepasnya BPD sebagai pembina, praktis tata kelola LPD ‘berantakan’ & pengurusnya ‘kalang kabut’. Saat ini pemangku kepentingan terfokus pada hal lain yang justru meninggalkan LPD dari jati dirinya,” terang mantan Wali Kota Denpasar itu.
Rai Mantra menjelaskan Kesadaran masyarakat tentang hakikat LPD masih belum optimal. Banyak yang tidak paham LPD adalah lembaga hybrid yg mengawinkan nilai tradisi & manajemen modern dalam tata kelolanya.
LPD berbeda dengan lembaga keuangan perbankan dan yang diperlukan hari ini adalah Kalibrasi LPD. “Perbaiki dan maksimalkan yang sudah ada, LPD bukan business enterprise murni, terdapat nilai sosio-kultural di dalamnya. Jadi jangan menambah core bisnis dalam LPD,” tegasnya.
Ia menambahkan LPD tidak akan bisa sebesar lembaga keuangan lainnya, karena levelnya ada di skala mikro. Tujuan LPD sebagaimana dikatakan Prof. Mantra adalah membantu desa adat dalam menjalankan fungsi kulturalnya. Ketika LPD ingin besar maka harus berada pada Level Meso. Jika mengembangkan core bisnis yang terjadi adalah perilaku koruptif di tataran pengurus dan prajuru adat.
Kajati Bali diwakili Kasi II Bidang Sosial Politik Kejati Bali Anak Agung Jayalantara mengingatkan dari berbagai kasus LPD perlu ada tata kelola yang matang. LPD kita sepakat perlu dijaga sebagai aset untuk menopang adat dan budaya. Namun ruang lingkup LPD belakangan semakin meluas.
Nasabah LPD menyentuh hingga di luar masyarakat di suatu wilayah desa adat, bahkan WNA. Ketika ada kasus kredit macet atau dana nasabah tidak bisa dikembalikan bagaimana mekanisme tanggung jawab pengurus untuk mengembalikan dana masyarakatnya.
“Saat ini yang bisa “mempailitkan” LKM dalam UU Penguatan Ekonomi Perbankan adalah OJK. Namun, karena LPD dikecualikan, maka kreditur bisa mengajukan pailit, cukup bahaya bisa -bisa aset LPD melayang, ” kata Jayalantara.
Pihaknya menyarankan, jika ingin berdiri dalam level makro, yang harus dikembangkan adalah BUPDA dengan membentuk LK berbadan hukum seperti BPR sehingga mampu menampung aset yang lebih lebih besar.
Selain tiga pembicara dalam agenda Forum Diskusi Nasional Media Peduli LPD mengambil tema “Sinergitas Penguatan Ekonomi Desa Adat Bersama LPD” , menghadirkan pula pembicara Kapolda Bali diwakili Panit 2 unit 3 Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Bali Ipda Si Ngurah Putu Kusumayadi, Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali diwakili Patajuh Baga IV Bidang Ekonomi MDA Bali I Ketut Madra. (sur)