
BULELENG – Selaku pelapor, I Nyoman Tirtawan mengapresiasi undangan Kasatreskrim Polres Buleleng AKP Arung Wiratama untuk memberikan keterangan kepada penyidik Unit II Satreskrim.
Selain memberikan keterangan terkait proses penyelidikan atas laporan terkait dugaan pemalsuan dokumen dan perampasan tanah milik warga di Banjar Dinas Batu Apar Desa Pejarakan Kecamatan Gerokgak, kepada penyidik Bripda Made Eka Raharja juga disampaikan rekomendasi Menkopolhutkam No : B-227/HK.00/10/2023 tanggal 18 Oktober 2023 dan dokumen yang diduga dipalsukan untuk penerbitan HPL Pengganti No 1/Desa Pejarakan.
“Hari ini, tanggal 28 Desember 2023, saya memberikan keterangan kepada penyidik Eka Raharja, terkait penyelidikan kasus dugaan perampasan/penyerobotan tanah Batu Apar termasuk pemalsuan dokumen,” ungkap Tirtawan usai memberikan keterangan kepada penyidik di Unit II Satreskrim Polres Buleleng, Kamis (28/12/2023).
Tirtawan yang hadir usai sidang perkara pencemaran nama baik Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana di PN Singaraja menegaskan pemberian keterangan dilakukan sebagai tindaklanjut laporan dugaan perampasan atau penyerobotan tanah dengan penerbitan HPL No. 1 Tahun 2020/Desa Pejarakan seluas 45 Hektar berdasarkan dokumen yang diduga palsu sebagai pengganti HPL No 1 tahun 1976/Desa Pejarakan.
“Yang saya laporkan itu adalah kepala BPN periode tahun 2020 bapak Komang Wedana, kepala BPKDP Buleleng yang mengklaim tanah tidak sesuai kenyataan, ada datanya. Ada Sekda Dewa Ketut Puspaka pada waktu itu selaku penerima kuasa bupati untuk mencatatkan tanah milik rakyat menjadi aset Pemkab Buleleng dengan asal usul perolehan pembelian dengan nilai nol rupiah, dimana masyarakat tidak pernah menjual apalagi dengan nilai nol rupiah kepada Pemkab Buleleng,” terangnya.
Termasuk Bupati Buleleng saat itu, Putu Agus Suradnyana yang selaku pemberi kuasa kepada Sekda Buleleng untuk mencatatkan lahan milik warga seluas 45 hektar sesuai SHM No 229 atas nama Ketut Salim dan SHM No 240 atas nama Marwiyah sebagai asset Pemkab Buleleng.
“Yang diduga kuat menggunakan dokumen fiktif, dokumen bodong untuk membuat HPL Pengganti atas dasar copy HPL No 1 tahun 1976 yang didapat dari BPN Pusat. Setelah dicek secara detail, pada peta situasi GS-nya tidak ada HPL yang ada HGU, termasuk dugaan pemalsuan dokumen, bahwa HPL copy tahun 1976 itu logonya Burung Garuda, sementara sertipikat tahun 1960-1980 mengunakan logo Bola Dunia,” terangnya.
Dengan bukti-bukti tersebut, diduga kuat telah terjadi penyerobotan tanah milik rakyat dengan menggunakan dokumen palsu dan mencatatkan tanah bersertipikat hak milik menjadi aset Pemkab Buleleng.
Penggunaan dokumen palsu, lanjut Tirtawan, juga terlihat pada pengganti HPL No. 1 tahun 1976 yang terbit tanggal 25 November 2020, penyanding sebelah timur disebutkan tanah negara, namun faktanya merupakan tanah milik masyarakat.
“Terlebih juga menggunakan surat ukur tahun 1971 untuk penerbitan sertipikat tahun 2020, itu yang menjadi pertanyaan besar bahkan didepan persidangan kepala BPN menyatakan pengukuran dilakukan pada tahun 2015, namun pada sertipikat tertulis surat ukur tahun 1971,” jelasnya.
Tirtawan berharap penyelidikan oleh Satreskrim Polres Buleleng dapat mengungkap fakta adanya perbuatan tindak pidana perampasan atau penyerobotan lahan milik masyarakat di Banjar Dinas Batu Ampar Desa Pejarakan Kecamatan Gerokgak.
“Saya juga berharap, proses hukum di negeri ini menjadi terang, tidak terjadi pelapor kasus dugaan perampasan tanah warga masyarakat, justru menjadi terdakwa kasus ITE,” pungkasnya. (kar/jon)