GIANYAR – Luas tanam komoditi porang di Kabupaten Gianyar menurun drastis. Penyebabnya karena saat panen pembeli cenderung banting harga pada titik rendah.
Salah seorang petani mengaku awalnya tergiur dengan harga tinggi. Ia pun mencoba menanam ribuan porang di lahan miliknya.
“Cukup tergiur dengan harganya yang lumayan tinggi,” ujar petani yang keberatan namanya diwartakan ini.
Ia menginvestasikan uang puluhan juta ke tanaman porang. Namun, kenyataan menjelang panen justru harga tiba-tiba anjlok drastis.
“Rugi total puluhan juta, satu bibit harganya Rp30 ribu,” ungkapnya.
Sementara, Kasi Tanaman Pangan dan Holtikultura, Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Gianyar, Gusti Ayu Ririn, Rabu (24/5/2023) menyebut luas yang dikembangkan tanaman porang  saat ini tersisa 11 hektar.
“Luasan ini jauh menurun dibanding tahun 2022 yang mencapai 36 hektar,” jelas Gusti Ayu Ririn.
Luas tanam porang di Gianyar juga terbilang paling sedikit dibanding kabupaten lain di Bali. Â Â Seperti di Buleleng dan Tabanan, luas tanam lebih dari 100 hektar.
Sedangkan kecamatan yang mengembangkan tanaman ini ada di Kecamatan Payangan, Tegalalang, Blahbatuh dan Gianyar. Saat ini, hanya sembilang petani yang masih mengembangkan porang.
Tahun 2022, dari 40 petani porang dengan luasan 36 hektar, baru tiga petani saja yang memiliki lisensi atau sertifikat terdaftar sebagai petani porang.
“Sertifikat ini penting, selain terdaftar sebagai petani Porang, penjualannya juga tidak dihambat dan mendapat harga yang memadai,”ucapnya.
Di awal tanaman porang booming, harga umbi sempat menyentuh Rp 14.000/kg. Saat ini, pasarannya rata-rata sekitar Rp 3.000/kg bahkan bisa sampai Rp 2.000/kg.
“Fluktuasi harga ekstrim ini juga menyebabkan beberapa petani masih enggan menanam karena faktor harga,” jelasnya lagi.
Walau demikian, Dinas Pertanian dan Peternakan Gianyar memberikan jalan kepada petani pemula dengan mendaftarkan lahan agar mendapat good agriculture practice (GAP). Dengan mendapat sertifikat GAP ini selain lahan mendapat jaminan mutu, juga keamanan saat pasca panen dengan kepastian harga.
Gusti Ririn menambahkan, persyaratan untuk mendapatkan sertifikat GAP adalah telah memiliki nomor ijin usaha (NIB), memahami pengolahan lahan sesuai GAP, melakukan pencatatan dalam pengembangan Porang.
“Dinas pertanian siap memfasilitasi petani yang mengajukan GAP,” terangnya. (jay)