DENPASAR – Buku “Paradigma Fresh & Frozen : Pengambilan Keputusan dalam Lingkungan Bisnis yang Kompleks “, merupakan sebuah pandangan tentang pembangunan peternakan sapi potong berbasis masyarakat yakni mengelola komoditi daging bermutu beku yang digerakkan di sentra produksi peternak di pedesaan di Bali.
Penulisnya Dr. drh. Gede Nyoman Wiratanaya, M. Agb. Pensiunan PNS dengan jabatan terakhir Kepala UPT Rumah Potong Hewan Dinas Pertanian Kota Denpasar ini, menyikapi pengembangan tata kelola daging beku di Bali yang sejauh ini masih mengandalkan pihak swasta. “Di Bali belum ada pembangunan peternakan sapi potong hingga menyajikan daging beku berkualitas. Sejauh ini peternak Bali hanya menyuplai hewan sapi ke luar daerah. Sedangkan menjadikan suplai komoditi daging sapi beku untuk Bali masih dilakukan pihak swasta dengan mendatangkan daging beku dari luar Bali hingga impor,” kata pria yang tinggal di Perum Griya Utama Permai, Peguyangan, Denpasar Utara ini, Minggu (28/6/2020).
Dosen Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomika dan Humaniora Universitas Dhyana Pura ini dalam risetnya tentang rantai nilai komoditas daging sapi berbasis masyarakat sudah cukup lama diusulkan. Literasi tersusun berkat inspirasi dari seorang pemimpin visioner. Ketika menyadari bahwa perencanaan melalui arahan yang jelas, dan digerakkan dengan penuh energi dapat mengubah masa depan.
Menurut Gede Nyoman Wiratanaya, sebuah rencana strategis tentang rantai nilai komoditas daging sapi berbasis masyarakat di Bali ini, pihaknya telah mengusulkan melalui riset yang cukup panjang. “Setiap rencana, paling tidak mengandung tiga hal yakni filosofi, prioritas, dan disiplin,” ungkapnya.
Dalam bukunya, filosofi diperlukan untuk menetapkan apa yang menjadi landasan berpikir untuk melihat masa depan di tengah-tengah beragam pilihan dengan tujuan yang saling bertentangan. Prioritas, seperti yang disampaikan Pareto, adalah mencari kegiatan utama dengan urut-urutan yang tepat karena dapat menyumbang sebagian besar keberhasilan. Budaya disiplin adalah modal penting untuk membangun posisi maju ke depan.”Filosofi sistem pembangunan peternakan sapi potong berbasis masyarakat yang berorientasi pada penyediaan daging bermutu beku (frozen) adalah melalui proses produksi di Rumah Potong Hewan (RPH) berteknologi ramah lingkungan yang ditopang oleh pemberdayaan peternak sebagai pemasok ternak,” bebernya.
Ia menambahkan, prioritas yang menjadi temuan hasil riset adalah sistem produksi daging sapi beku yang dihasilkan dari pendekatan analitis jejaring yang mempertimbangkan Benefits, Opportunities, Costs, and Risks (BOCR). Model ini memiliki struktur multi-layer lengkap diberikan nama Model SBPS-ANP (Selection of Beef Production Systems-ANP Model).
Sintesis sepuluh kriteria bermakna yang dihasilkan oleh Model SBPS-ANP dan isu-isu strategis rantai nilai daging sapi di Indonesia, selanjutnya menjadi ide dasar dalam pengembangan model bisnis komoditas daging sapi beku yang diwujudkan pada sentra produksi ternak sapi di pedesaan Bali. ” Saya berikan nama Model CBVC-BUMDes (Community Based Value Chain-BUMDes Model). Model rantai nilai berbasis masyarakat ini melibatkan BUMDes dan BUM antar desa, “jelasnya.
Pihaknya menegaskan kedua model yang menjadi basis novelty itu merupakan hasil integrasi proses berpikir intuitif dan analitis. ” Sebuah kolaborasi untuk mewujudkan gagasan peternak sapi potong berbasis masyarakat perlu ada sinerginitas lewat dukungan pendanaan dalam hal ini misalnya lewat Bumdes,” tandasnya.(sur)