
BADUNG – Tahun 2024, Kabupaten Badung menempati posisi kedua sebagai daerah dengan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) terbanyak di wilayah Provinsi Bali. Padahal, angka bebas jentik di Kabupaten Badung pada tahun 2024 terbilang tinggi. Loh kok?
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, I Made Suwadera menyadari bahwa hal itu tentu menjadi sebuah tanda tanya besar. Karenanya, dia berharap agar kedepan kinerja Juru Pemantau Jentik (Jumantik) di Badung bisa benar-benar optimal dan berkualitas.
“Jangan sampai data yang terkirim salah, maka keputusan yang diambil juga menjadi salah,” ucapnya mengingatkan dalam gelaran Mini Lokakarya Lintas Sektor yang dilaksanakan belum lama ini di Kantor Camat Kuta Selatan.
Masih pada tahun 2024, angka kesakitan DBD di Kabupaten Badung tertinggi berada di wilayah Abiansemal. Setelah itu kemudian disusul oleh Kecamatan Kuta Selatan.
“Kalau kita lihat trend kasus DBD, itu di puncaknya ada di bulan Mei. Dengan demikian, sebelum bulan Mei, atau bulan Januari-Februari, kita sudah bisa menekan perkembangbiakan. “Jangan sampai kasus-kasus lebih meningkat daripada tahun-tahun sebelumnya,” sebutnya mengingatkan.
Sementara itu, mengutip data dari UPTD Puskesmas Kuta Selatan, pada tahun 2024 di wilayah Kuta Selatan total terdapat 794 kasus DBD. Tertinggi terjadi di bulan Mei, dengan jumlah sebanyak 170 kasus. Yang mana 67 kasus di antaranya, terjadi di wilayah Kelurahan Benoa.
Guna menekan angka tersebut di tahun-tahun berikutnya, dibutuhkan dukungan lintas sektor. Di antaranya berupa melaksanakan Gerakan Serentak (Gertak) Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), mendidik para siswa mengenai menjaga kebersihan lingkungan, membantu manajemen pengelolaan sampah yang lebih baik, mengalokasikan dana desa/kelurahan untuk sektor kesehatan sesuai juknis, serta membantu melaporkan temuan kasus DBD ke Tim Jumantik.
Sementara itu, menanggapi jumlah kasus yang berbanding lurus dengan angka bebas jentik, Ketua Komisi IV DPRD Badung, I Nyoman Graha Wicaksana menyebut bahwa hal itu tentu harus dikaji lebih jauh. Karena bisa saja, kasus terjadi akibat terjangkit dari daerah lain. “Ini perlu kita kaji lebih dalam,” sebutnya. (adi,dha)