
DENPASAR – Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar tetap melaksanakan pembelajaran di tengah pandemi Covid-19 dengan metode daring dan hanya beberapa program studi (Prodi) diizinkan praktek di kampus.
Rektor ISI Denpasar Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.Skar, M.Hum, mengatakan, sistem kuliah di Kampus ISI Denpasar adalah 50 % teori dan 50 % praktek. “Untuk pembahasan teori, tidak memiliki masalah dengan pembelajaran daring. Yang teori sudah hampir tidak ada masalah. Saya kira untuk belajar daring dengan media yang cukup bagus, seperti Zoom dan lainnya. Semua dosen sudah fasih dengan itu. Mahasiswa juga diberikan biaya pulsa,” kata Prof. I Gede Arya Sugiartha, Selasa ( 7/7/2020).
Sedangkan dari segi praktek di kampus seni satu-satunya di Bali itu juga memiliki kebijakan tersendiri. Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha menyebutkan, semasih praktek bisa dilakukan di rumah, maka tetap dilakukan di rumah seperti contoh seni tari.
Dosen pengajar terlebih dahulu melakukan rekaman Gerakan tari untuk dibagikan ke mahasiswa untuk dipelajari. Selanjutnya, mahasiswa juga melakukan perekaman dan dikirim lagi ke dosen sehingga dosen pengajar mampu memberikan umpan balik atas penampilan mahasiswanya.
Kebijakan lainnya yaitu dengan menimbang pembelajaran praktek yang memerlukan alat yang tidak dimiliki mahasiswa, seperti pada pembelajaran di laboratorium bagi mahasiswa prodi film dan televisi. “Nah, kalau yang itu memang kita berikan izin untuk melakukan praktek di kampus tapi dibatasi dengan menerapkan protokol kesehatan. Satgas Covid-19 ISI Denpasar juga rutin melakukan pembersihan ruangan,”jelasnya.
Selain prodi film dan televisi, praktek kesenian yang juga diizinkan adalah Seni Karawitan dan Seni Pedalangan karena memerlukan alat-alat kesenian di studio ISI Denpasar terutama saat ujian tengah semester. Di seni pedalangan sejauh ini tidak terlalu melibatkan banyak orang dan rata-rata mahasiswa di Seni Karawitan memiliki satu atau dua alat tersebut di rumah atau di banjarnya masing-masing. “Kalau di karawitan, paling tidak kendang dia punya di rumahnya termasuk beberapa alat yang ringan-ringan. Saya kira karawitan selama ini tidak terlalu banyak di kampus karena alat-alat gamelan Bali kan rata-rata masyarakat kita punya,” ungkapnya.
Lebih lanjut Prof. I Gede Arya Sugiartha menyampaikan, ISI Denpasar saat ini sedang persiapan penilaian tugas akhir (TA) mahasiswa yang dijadwalkan akhir Juli hingga Agustus 2020. Untuk itu, konsep virtual juga menjadi opsi bagi mahasiswa ISI Denpasar yang karyanya hendak dinilai. Selain membuat karya tulis, karya seninya akan di dokumentasikan dalam bentuk video untuk kemudian dinilai oleh dewan penguji. “Jadi mereka berkarya sendiri di rumah, membuat tari baru, membuat gamelan baru, direkam, dikasih ke pendukungnya, dipelajari. Nah kemudian itu yang akan kita ujikan dalam wujud seni virtual. Jadi itu format baru. Materinya tetap seni pertunjukkan, kemudian ditampilkan, dipublikasikan secara virtual,” papar Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha. (sur)