BULELENG – Polemik pembayaran ganti rugi, tukar guling lahan antara warga dengan Pemkab Buleleng untuk pembangunan Lapangan Terbang (Lapter) Letkol Wisnu di Desa Sumberkima Kecamatan Gerokgak disikapi serius wakil rakyat di DPRD Kabupaten Buleleng.
Selain melakukan kajian, melalui Komisi II yang membidangi perekonomian dan pembangunan juga menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan OPD terkait untuk mendapatkan data dan informasi yang rinci.
“Sesuai perintah pak ketua, hari ini kita gelar RDP dengan OPD terkait dalam rangka menyikapi aspirasi masyarakat melalui kuasa hukumnya dari Kantor Pengacara Global Yustisia Low Firm No : 03/1/GYM/U/2024, terkait ganti rugi lahan untuk Lapter Letkol Wisnu,” ungkap Ketua Komisi II DPRD Buleleng, Putu Mangku Budiasa usai RDP Gedung DPRD Buleleng, Rabu (31/1/2024).
Vokalis DPRD Buleleng ini memaparkan persoalan ini berawal dari proses tukar guling tanah milik warga seluas 56 are dengan Pemkab Buleleng di Desa Sumberkima.
“Tanah warga yang ada dikawasan air strip Letkol Wisnu seluas 56 are ditukar oleh Pemkab Buleleng dengan tanah seluas 45 are dan yang seluas 34 are dibayar tunai oleh Pemkab. Kemudian, yang 45 are inilah yang digugat masyarakat melalui kuasa hukum,” jelasnya.
Sementara dari informasi Kadishub Buleleng, Gede Gunawan A.P., Kepala BPKPD Buleleng Gede Sugiarta Widiada dan Kabag Hukum Setda Buleleng Made Bayu Waringin, membenarkan adanya proses tukar guling lahan untuk Lapter Letkol Wisnu tersebut.
“Pembayaran sempat dilakukan Pemkab Buleleng kepada masyarakat yang mengadu, secara bertahap tahun 2001 sebesar Rp 159 Juta dan tahun 2009 sejumlah Rp370 Juta,” jelasnya.
Mangku Budiasa menambahkan sesuai data tersebut DPKPD memperkirakan pembayaran ganti rugi lahan 45 are sudah dilakukan pada tahun 2009.
“Sehingga kami juga sampaikan kepada eksekutif, rekan-rekan di BPKPD, Bagian Hukum dan Dishub agar mengumpulkan bukti-bukti berkaitan dengan pengaduan ini. Sehingga manakala kita juga tidak tahu, masyarakat lanjut ke proses hukum, paling tidak kita dari pemerintah mempunyai bukti-bukti kuat, bahwasannya pemerintah tidak ada niatan untuk merugikan masyarakat,” terangnya.
Sebagai solusi, komisi II menyarankan eksekutif menyelesaikan persoalan secara damai, duduk bersama melibatkan kuasa hukun dan warga masyarakat.
“Karena, ini persoalan status, harus diklierkan, dan saran kami tadi bagaimana eksekutif nanti bisa memberikan klarifikasi kepada masyarakat sebagai pengadu, sehingga persoalan ganti rugi tanah ini bisa selesai dan harapan kami tidak sampai lanjut ke ranah hukum,” pungkasnya. (kar/jon)
