BULELENG – Permohonan 11 warga masyarakat di Banjar Dinas Buyan Desa Pancasari Kecamatan Sukasada untuk mendapat perlindungan karena merasa terintimidasi dengan pemasangan plang bertuliskan Tanah Ini Milik PT. Sarana Buana Handara (PT. SBH), mendapat respons positif dari Pj. Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana.
Surat permohonan warga melalui kuasa hukumnya dari Kantor Hukum ‘LIDIRON’ langsung disikapi dengan menugaskan Dinas Permumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Disperkimta) Kabupaten Buleleng untuk melakukan inventarisasi persoalan yang terjadi dilapangan.
“Iya, benar bapak Pj. Bupati mendisposisikan kepada kami untuk melakukan penelitian terhadap persoalan yang terjadi pada kahan Eks HGU No. 044/Desa Pancasari,” tandas Kepala Disperkimta Buleleng, Ni Nyoman Suratini usai rapat intern di Kantor Disperkimta Buleleng, Rabu (18/12/2024).
Suratini menegaskan, sesuai dengan hasil koordinasi Tim Perkimta dengan Perbekel Desa Pancasari, kuasa hukum warga dari Kantor Hukum ‘LIDIRON’ dan kuasa hukum PT. SBH dari Jumarsa, Suwarso & Partners Low Firm, peninjauan lapangan yang direncanakan hari Jumat, 20 Desember 2024, diundur menjadi hari Senin, 23 Desember 2024 karena kuasa hukum PT. SBH ada agenda lain.
“Peninjauan lapangan untuk menggali data dan informasi terkait persoalan tanah negara, Eks HGU No.044/Desa Pancasari, kami undur menjadi hari Senin, 23 Desember 2024. Peninjauan lapangan ini sangat dibutuhkan untuk mendapatkan data informasi yang valid dilapangan, dari kedua belah pihak dan aparat pemerintahan setempat,” tandas Surattini yang juga berharap peninjauan lapangan juga dapat memberi ruang, formula penyelesaian sengketa secara musyawarah mufakat.
Sementara melalui press reliesenya, Jumarsa, Suwarso & Partners (JSP) Low Firm selaku kuasa hukum PT. SBH membantah tuduhan melakukan intimidasi terhadap 5 warga di Banjar Dinas Buyan Desa Pancasari.
“PT. Sarana Buana Handara adalah pemilik hak prioritas atas tanah Eks. SHGB No. 044 tahun 2003/Desa Pancasari,” tegas kuasa hukum PT. SBH pada poin pertama press relisenya.
Berikutnya, JSP menyatakan kliennya adalah Bekas Pemegang Hak atas tanah ex Sertipikat HGB No. 44 tahun 2003 sehingga berdasarkan Pasal 37 ayat (3) dan (4) PP No.18 Tahun 2021, memiliki Hak Prioritas mengajukan permohonan kembali HGB atas tanah Eks SHGB No. 44 tahun 2003.
“Bahwa Pasal 37 ayat (3) dan (4) PP No.18 Tahun 2021 berbunyi, setelah jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, Tanah hak guna bangunan kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah hak pengelolaan,” terangnya.
Tanah yang dikuasai langsung oleh negara sebagaimana dimaksud ayat (3), penataan kembali penggunaan, pemanfaatan serta pemilikan menjadi kewenangan menteri dan dapat diberikan prioritas kepada bekas pemegang hak.
“Kami mempersilahkan apabila ada warga yang ingin mengajukan permohonan hak milik atas tanah ex SHGB No. 44 tahun 2003 kepada BPN, yang jelas berdasarkan Pasal 37 ayat (3) dan (4) PP No.18 Tahun 2021, Klien Kamilah yang memiliki Hak Prioritas atas tanah ex SHGB No. 44 tahun 2003 tersebut,” tegasnya.
Saat ini, Kepala Desa/Perbekel dan Kepala Adat/Bendesa Desa Pancasari berdasarkan amanah dari Musyawarah Desa Pancasari telah mengakui tanah ex HGB No. 44 adalah tanah negara.
“Dan klien kami adalah pemegang Hak Prioritas atas tanah tersebut dan telah ditandatangani Nota Kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) antara Kepala Desa/Perbekel dan Kepala Adat/Bendesa Desa Pancasari mewakili Desa Pancasari,” jelasnya.
Berdasarkan MoU, JSP menyatakan apabila kliennya telah mendapatkan HGB maka Bumdes Pancasari Kencana sebagai unit usaha Desa Pancasari akan mengadakan kerjasama bagi hasil dengan PT. SBH.
“Jadi sebenarnya hanya segelintir warga saja (hanya 5 warga saja) yang tanpa hak ingin menguasai tanah ex SHGB No. 44 tahun 2003 yang saat ini memang statusnya tanah negara. Pertanyaannya, apakah Tanah Negara tersebut dengan seenaknya dan tanpa hak dapat dikuasai oleh warga ? Jawabannya tentu tidak karena harus melalui mekanisme pengajuan permohonan atas tanah tersebut seperti yang sedang dilakukan klien kami,” jelasnya.
Ditegaskan, pihak yang memiliki Hak Prioritas atas tanah tersebut adalah PT. SBH karena sewaktu memperoleh SHGB No. 44 tahun 2003 tidak secara gratis, tetapi melalui mekanisme jual beli dengan warga.
“Sejak memiliki SHGB No. 44 tahun 2003, klien kami tetap memperbolehkan warga untuk berkebun di tanah tersebut. Klien kami juga tetap menunaikan kewajibannya sebagai Wajib Pajak dengan tetap membayar pajak atas Tanah ex SHGB No. 44 tahun 2003 sampai saat ini. Dan selama proses permohonan HGB ex SHGB No. 44 tahun 2003, klien kami tetap membuka pintu komunikasi apabila 5 warga tersebut berkeinginan untuk berkomunikasi dengan klien kami,” pungkasnya. (kar/jon)