TABANAN – Tampaknya kesabaran masyarakat terdampak rencana tol Gilimanuk-Mengwi, sudah habis, karena tidak kunjung terealisasi. Perbekel dan warga di Tabanan yang terdampak rencana pembangunan tol Gilimanuk-Mengwi melakukan pembacaan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo. Surat dalam bentuk baliho tersebut dipasang di sawah di Banjar Gulingan, Desa Antosari, Kecamatan Selemadeg Barat, kamis (8/8/2024).
Surat terbuka tersebut pada intinya menuntut jawaban pasti dan tegas dari Pemerintah terkait jadwal pelaksanaan pembebasan lahan. Sebab, sampai sekarang rencana pembangunan tol Gilimanuk-Mengwi belum ada kepastian bahkan semakin tidak jelas kelanjutannya.
Ketua Forum Perbekel Terdampak Tol Gilimanuk-Mengwi, I Nyoman Arnawa, menjelaskan, ketidakpastian mengenai rencana pembangunan tol tersebut membuat nasib masyarakat pemilik lahan digantung. Pasalnya sebelumnya sudah ada penetapan lokasi/penlok .
“Megantung pisan ( tak jelas nasibnya) masyarakat kami,” ujarnya.
Ia tidak memungkiri, SHM atau sertifikat hak milik lahan terdampak tol masih dipegang masyarakat. Namun, dengan adanya penetapan lokasi (penlok), masyarakat secara psikologis tidak berani menggarap atau mengutak-atik lahan mereka sendiri. Sementara kepastian proyek Tol tidak jelas.
“Sudah diikat. Tidak bisa diperjual belikan. Tidak bisa dijadikan agunan. Kalau digarap, mereka cemas, proyek segera berjalan,” sebutnya.
Dikatakan, Penlok sendiri sudah ditetapkan pada 2022 lalu. Dalam perjalanannya, rencana pembangunan jalan tol Gilimanuk-Mengwi mengalami perubahan pola pelaksanaan dengan berbagai pertimbangan. Semula, rencana pembangunan jalan tol akan dilakukan oleh badan usaha atau swasta.
Di pertengahan jalan, pengadaan lahan akan dianggarkan melalui APBN setelah pola pembangunan dengan badan usaha atau swasta sebagai pelaksananya tidak terealisasi.
“Informasi perubahan pola ini kami dapatkan setelah melakukan audiensi dengan pihak Kementerian PUPR di Kuta, Badung, sekitar November 2023 lalu,” sebutnya.
Dalam pertemuan itu juga diperoleh informasi bahwa dengan adanya perubahan pola tersebut, maka proses yang telah terlaksana melalui pola pertama harus klir/ tuntas. Baru setelah itu, pola pengadaan lahan melalui APBN bisa dilaksanakan.
“Di sini saya simpulkan harus ada LO atau legal opinion oleh Kejaksaan. Sampai sekarang LO oleh Kejaksaan belum ada sama sekali. Itu yang kami tunggu,” sebutnya.
Ia menyebut penlok ada masa berlakunya. Penlok yang telah ditetapkan pada 2022 lalu itu berlaku sampai 27 Maret 2025 atau tinggal tujuh bulan lagi. Arnawa sendiri menegaskan bahwa pihaknya enggan berandai-andai. Namun disisi lain, waktu yang tersedia sesuai penlok tinggal sedikit. Karena itu, kalau rencana pembangunan tol Gilimanuk-Mengwi batal dilaksanakan, pihaknya menginginkan ada kepastian dari Pemerintah.
“Kalau memang tidak dilakukan kembalikan hak masyarakat bisa memanfaatkan lahan mereka,” pungkasnya.
Rencana pembangunan jalan tol Gilimanuk mengwi akan melintasi 3 Kabupaten mulai dari Jembrana, Tabanan sampai Badung. Rencana ini terkait dengan kondisi jalan nasional yang ada saat ini sudha tidak mendukung volume kendaraan yang semakin padat. (jon)