KETAPANG – Banyak kendala dihadapi petugas terkait penerapan aturan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) harus rapid test masuk ke Bali. Tidak sedikit muncul protes dari sopir / awak kendaraan pembawa logistik ke Bali yang tetap harus dihadapi dengan cara manusiawi. Para sopir logistik tidak terima lantaran rapit test harus dibayar sendiri sementara pihak perusahaan tidak mau menanggung biaya tersebut. Protespun banyak datang dari kalangan sopir dan itu harus dihadapi dengan manusia oleh petugas Sat Pol PP yang ditugaskan menjaga pintu gerbang masuk Bali.
Menyikapi hal tersebut, Satpol PP Provinsi Bali bersinergi dengan unsur Pecalang dan Relawan dalam melaksanakan tugas dan pemantauan penumpang yang menuju Bali di Terminal Sri Tanjung, Banyuwangi agar sesuai aturan. “Regulasinya mengharuskan PPDN yang masuk melalui pelabuhan harus mengantongi hasil rapid tes negatif jika masuk ke Bali,” ujar Kepala Satpol PP Provinsi Bali Dewa Nyoman Rai Darmadi ditemui di Denpasar (21/6/2020).
Untuk memastikannya, Gugus Tugas Provinsi Bali telah bekerjasama dengan Pecalang dan Relawan Covid-19 Provinsi Bali guna memastikan semua penumpang dan awak kendaraan lainnya yang akan menyeberang ke Bali telah melaksanakan rapid test dengan hasil negatif di terminal Sri Tanjung, Ketapang Banyuwangi.
Dewa Darmadi mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan pecalang dan relawan untuk memantau sekaligus memastikan aturan wajib rapid test berjalan lancar. Selama masa pemantauan tersebut, Ia mengaku pihak gugus tugas memang mengalami kesulitan dalam memastikan pelaksanaan rapid test bagi PPDN yang didominasi oleh sopir angkutan logistik ke Bali. “Memang terjadi kekroditan terutama di Terminal Sri Tanjung. Jumlah sopir dan penumpang yang harus dicek sangat banyak sementara petugas yang bertugas di sana jumlahnya terbatas,” jelasnya.
Bahkan, tambah Darmadi, di jam-jam tertentu yaitu sekitar pukul 02.00 – 06.00 waktu setempat, puncak kekroditan terjadi. “Di sinilah kondisi yang benar-benar menguras energi. Benar-benar melelahkan secara psikologis maupun biologis,” imbuhnya.
Pada jam-jam tersebut umumnya mengharuskan para petugas beristirahat, sementara jumlah pelaku perjalanan sangat banyak. Tidak terbayangkan lelahnya. Belum lagi, lanjut Darmadi, para petugas harus melayani keluhan para pelaku perjalanan yang merasa belum puas dengan pelayanan atau lelah mengantre. “Harusnya ini juga dimengerti oleh PPDN karena jumlah petugas yang melaksanakan pengecekan rapid test terbatas, semua harus bisa bersabar,”pinta Dewa Darmadi.
Lebih jauh, ia menyayangkan ada oknum-oknum tidak bertanggung jawab di cek point Terminal Sri Tanjung. Ada yang mengaku calo rapid test kepada mereka, sehingga menimbulkan kekisruhan baru dilapangan. Untuk itu, pihaknya sangat bersyukur dan mengapresiasi jika memang cek point rapid test dipindah ke Gilimanuk saja. Sedangkan persyaratan rapid test untuk masuk Bali bisa dilakukan secara mandiri oleh para pelaku perjalanan di tempat asalnya.
“Hal itu dirasa akan makin efektif dan memudahkan kerja para petugas kami. Bilamana syarat rapid test mandiri akan bisa meringankan beban petugas,” ujar Darmadi seraya menegaskan pemindahan cek point ini akan mengurangi resiko intimidasi dari oknum-oknum tidak bertanggung jawab di Sri Tanjung.
Meskipun banyak kendala ditemui di lapangan selama ini, pihaknya mengaku akan terus mengawal regulasi yang dikeluarkan oleh Gubernur Bali Wayan Koster ini. “Persyaratan masuk Bali sudah ditetapkan, yaitu salah satunya hasil rapid test non reaktif bagi pelaku perjalanan darat. Semua usaha itu untuk meminimalisir penyebaran Covid-19 di Bali. Kita akan kawal terus.” tegasnya.
Dewa Darmadi berharap kerjasama dengan Pecalang dan Relawan bisa dilanjutkan, khususnya dalam pengawasan dan pembinaan terkait pelaksaan protokol kesehatan Covid-19 yang menyasar ke pasar- pasar tradisional di Bali. “Kita terus memberikan motivasi kepada pecalang dan relawan untuk tetap semangat kita ajak bersama menjaga pintu masuk Bali,”pungkasnya. (arn)