GIANYAR – Anak Agung Gde Rai, pemilik ARMA Museum & Resort, mengajak untuk mengenang kembali aktivitas seni budaya Bali di Ubud antara pertemuan Barat dan Timur. Hal yang kemudian menjadikan kawasan Ubud melahirkan beragam kreasi seni dari para senimannya, baik kreativitas dalam seni pertunjukan maupun seni rupa dan kriya, di Desa Ubud dan desa penyangganya seperti Desa Peliatan dan Desa Mas.
Tokoh Ubud yang getol menyuarakan museum ini menuturkan banyak peneliti dari berbagai negara yang mempertemukan silang kebudayaan.
“Di sinilah terjadi cross-pollination antara Barat dan Timur. Begitu banyak peneliti, seniman, datang dari Eropa, Amerika ke daerah ini yang kemudian melahirkan sebuah simbiosis mutualisme. Mereka dapat sesuatu dari kita, dan kita pun mendapatkan sesuatu hal yang positif dari mereka,” jelas Agung Rai disela pembukaan ARMA Fest 2024 di ARMA Open Stage, Ubud, Gianyar, Sabtu (14/9/2024) malam lalu.
Ia menceritakan, dari terjadinya akulturasi atau pertemuan Timur dan Barat tersebut, selanjutnya melahirkan pola-pola baru yang diadopsi dari Barat dalam seni rupa. Begitu pula dalam perkembangan seni pertunjukan yang mendapat pengaruh atau model yang diadopsi dari Barat. “Begitu banyak melahirkan gagasan-gagasan baru kemudian,” imbuhnya.
Agung Rai sangat mengharapkan masyarakat Bali, khususnya Ubud, dari anak-anak mulai belajar berdialog, berinteraksi dengan alam, berinteraksi dengan karya seni, untuk kemudian melahirkan gagasan baru berikutnya. Ia menilai, interaksi semacam itu tidak banyak dijumpai dewasa ini. Maka, tidak lahir sebuah diskusi atau dialog-dialog yang penting sebagaimana dalam masa lalu, seperti adanya gerakan sosial Pitamaha. “(Pitamaha) itulah cross-pollination, perpaduan Timur dan Barat,” jelasnya.
Dikatakan Agung Rai, salah satu konsep yang ingin diwujudkan oleh Belanda dulu adalah menjadikan Ubud sebagai sebuah desa dengan ekonomi kreatif berbasis seni. Sehingga orang-orang desa tidak perlu urbanisasi ke kota untuk mencari pekerjaan. Dengan konsep itu, orang desa akan mampu menciptakan, mulai pemikiran, perenungan, dan melakoni kegiatan-kegiatan kreatif sebagai sumber perekonomiannya.
Melalui gelaran ARMA Fest, jelas dia, sebagai sebuah wahana untuk kembali menyadari akan akar dari tradisi seni budaya yang ada. Sebagaimana tema yang diusung tahun ini, “Tradition Reimagined“ yang menekankan perayaan budaya Bali tradisional yang menyelipkan unsur kontemporer dan interpretasi inovatif. Penghormatan yang tulus terhadap warisan budaya Bali yang kaya akan keragaman dan juga merangkul semangat evolusi dan adaptasi ke zaman modern.
Menurut Agung Rai, karya-karya seni di Ubud, baik seni pertunjukan maupun seni lukis dan patung yang begitu termasyur di dunia, bagaikan bunga atau buah dari akar dan pohonnya yang kuat. “Persoalannya kita hanya tahu memetiknya, tetapi tidak mau ikut memelihara, menjaga, bahkan menyirami sehingga akarnya kuat. Nah inilah yang perlu kita jaga sehingga Bali, Ubud khususnya, tetap diminati oleh pengunjung dari seantero dunia,” tuturnya.
Agung Rai juga mengajak agar generasi muda untuk menumbuhkan kesadaran akan budaya Bali warisan leluhurnya. Agar tidak mudah terpengaruh oleh budaya asing yang berdampak tidak baik terhadap jati diri dan budaya bangsa sendiri. Terlebih di tengah perkembangan teknologi informasi yang sedemikian pesat. “Kalau tidak hati-hati, kita akan jadi warga minoritas di Ubud atau di Bali, karena tidak sadar, hanya berpikiran instan, yang menyebabkan terjadi degradasi karakter,” ujarnya.
ARMA Fest 2024 dibuka oleh Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Gianyar, Cokorda Gede Bagus Lesmana Trisnu, didampingi Anak Agung Gde Rai dan para penglingsir puri serta undangan, dengan tanda membunyikan kepuakan (alat tradisional yang terbuat dari bambu). Setelah upacara pembukaan selesai, dilanjutkan dengan penampilan dari musik tradisional Gerumbungan, Kembang Ura, Ika & The Soul Brothers, Sundaram, dan ditutup alunan musik reggae dari Joni Agung & Double T Band.
Hari pertama festival juga diawali dengan aktivitas yoga dengan audiens sekitar 500 orang, face painting, talk show dari Wayan Wardika, dan penampilan yang memukau dari Orasare.
Sementara pada hari kedua festival dimeriahkan pula dengan penampilan dari Astera, Kerta Art, SMKN 3 Sukawati (Sanggar Seni Kokar), Saba Sari – Cak Solo, Saba Sari – Legong Bapang Barong, Soulfood, dan El Sava.
GM ARMA Museum & Resort, Made Suhartana, selaku penanggung jawab ARMA Fest 2024 menyampaikan, dalam event kali ini panitia melibatkan penampil dari para seniman tua dan muda. Melalui ARMA Fest pihaknya ingin menegaskan bahwa museum ini bukan hanya sebagai tempat untuk memajang benda koleksi seni saja, tetapi juga wahana mengembangkan aktivitas seni budaya. Museum ini diharapkan bisa menjadi ruang bagi generasi untuk melihat ke belakang, mendiskusikan apa yang ada sekarang, dan apa yang ingin dilakukan ke depan.
“ARMA adalah tempat terbuka untuk semua kalangan pecinta seni. Kami tetap akan berusaha membuat event guna mendekatkan museum dengan masyarakat. Museum ini adalah milik masyarakat. Di sini adalah sebuah tempat untuk mengembangkan potensi individu masing-masing,” papar Suhartana.
Dia juga mengatakan, ARMA Fest kali ini mengedepankan sebuah ekspresi ungkapan hati yang tetap bergembira, bersinergi dengan lingkungan untuk menguatkan seni dan budaya Bali. Gerakan ini juga diharapkan mampu menggugah insan-insan pariwisata di Bali untuk bisa mengembangkan event-event budaya kedepannya. “Kami memulai dari hal kecil yang kami harapkan bisa berdampak pada hal besar,” tandasnya.
Sementara itu, Kadis Kebudayaan Gianyar, Cokorda Gede Bagus Lesmana Trisnu, dalam sambutannya mengatakan, tema ARMA Fest 2024 yaitu “Tradision Reimagined” mengajak untuk merenungkan kembali kekayaan budaya Bali, tradisi-tradisi luhur yang sarat makna, dan bagaimana menghadirkan kembali nilai-nilai luhur tersebut ke dalam kehidupan modern. Pihaknya mengapresiasi semangat para seniman dan budayawan dalam membangun, menyumbangkan, dan berkontribusi dalam menyukseskan acara ini.
“Saya berharap melalui ARMA Fest 2024 ini kita dapat semakin menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya kita di dalam memajukan kebudayaan. Mari kita bersama-sama menjaga dan melestarikan warisan budaya kita agar dapat diwariskan kembali kepada generasi mendatang,” ucap Cok Lesmana. (sur)