![](https://i0.wp.com/wartabalionline.com/wp-content/uploads/2025/02/5686-adi-Ahad-Rahedi-scaled.jpg?fit=2560%2C1920&ssl=1)
BADUNG – Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus telah bergerak memberikan atensi terhadap kabar sulitnya mendapat LPG 3kg alias gas melon di Pulau Dewata. Berdasarkan pantauan terakhir di tiga kabupaten/kota (Badung, Denpasar, Gianyar), kondisi disebut sudah berangsur pulih.
“Pantauan di tiga kabupaten/kota memang berangsur pulih. Kami juga tidak tinggal diam dengan melakukan extra dropping untuk menormalisasi kebutuhan masyarakat sampai hampir dengan 8.400 tabung di tiga wilayah tersebut,” ungkap Area Manager Communication Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus, Ahad Rahedi.
Karenanya, Ahad mengajak masyarakat untuk tidak khawatir dan tidak melakukan pembelian di luar kebutuhan. “Tetap gunakan secukupnya. Dan kami imbau masyarakat yang sudah tidak berhak lagi menggunakan subsidi, agar segera beralih ke non subsidi,” ajaknya.
Sejalan dengan itu pula, saat ini sedang dilakukan pencatatan pengecer yang siap menjadi sub pangkalan. Yang mana untuk di wilayah Bali sendiri, jumlah pengecer yang sudah menyatakan siap menjadi sub pangkalan berjumlah sebanyak 6.250 pengecer. “Tentunya ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Misalkan dukungan dari pemerintah kabupaten/kota di masing-masing wilayah,” imbuhnya.
Atas komunikasi aktif dengan berbagai pihak, sambung dia, memang ada pula usulan melibatkan desa adat di Bali dalam distribusi LPG. Berkenaan dengan hal tersebut, maka desa adat dipastikan butuh semacam perangkat untuk kemudian menjadi distributor resmi.
“Dalam artian perlu tercatat NIB-nya di OSS masing-masing kabupaten/kota,” ucapnya sembari menyebut, dengan adanya desa adat sebagai sub pangkalan, maka sebaran bisa menjadi lebih luas sehingga distribusi semakin dekat kepada masyarakat yang memang berhak.
Dalam kesempatan itu pula Ahad juga sempat mengabarkan mengenai hasil pengawasan selama ini. Kata dia, di sepanjang tahun 2024 ada lebih dari 200 pangkalan yang terpaksa diganjar sanksi. Sanksi diberikan atas pelanggaran dilakukan, seperti penjualan dengan harga di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), tidak meminta NIK saat transaksi, serta menjual dengan jumlah tidak wajar kepada satu pihak tertentu.
“Sanksi ini bertahap. Mulai dari surat peringatan, kemudian penghentian pasokan, sampai dengan pemutusan hubungan usaha. Ini yang terus kita evaluasi. Masyarakat pun kami ajak untuk berperan aktif mengawasi lembaga penyalur tersebut agar subsidi LPG bisa tepat sasaran,” sambungnya sembari mengatakan bahwa langkah-langkah yang telah dilakukan sekaligus guna membatasi ruang gerak para pelaku distribusi tidak resmi supaya tidak lari ke pengoplos atau oknum dan pelaku usaha yang tidak berhak. (adi,dha)