BadungPolitik

Program 1 Miliar Per Banjar Adat Disangsikan, Suyadinata Tanggapi Santai

Pasangan Suyadinata memberikan tanggapan terhadap sebuah video yang menyangsikan program ‘1 Miliar per Banjar Adat’.

MANGUPURA – Bakal pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Badung, I Wayan Suyasa – I Putu Alit Yandinata (Suyadinata) menanggapi santai pernyataan yang menyangsikan program ‘1 Miliar per Banjar Adat’. Menurut mereka, pernyataan tersebut adalah bukti kepedulian terhadap pasangan Suyadinata.

Bakal calon Bupati Badung, I Wayan Suyasa menyebutkan, dalam program pasangan Suyadinata, sesungguhnya bukan hanya Banjar Adat yang akan diberikan Rp1 miliar per tahun. Melainkan juga desa adat, dengan nilai Rp2 miliar per tahun.

Menurut Suyasa, itu merupakan program yang sangat mungkin untuk dilaksanakan. Kata dia, hal tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 99 Tahun 2019 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Utamanya yakni sebagaimana tertuang dalam Pasal (4) ayat 4 huruf c.

“Kami ingin memberi penegasan, pernyataan tokoh itu yang menyatakan hibah tak bisa diberikan terus menerus, adalah keliru. Karena Permendagri membolehkan pemberian hibah terus menerus sepanjang ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan,” sebutnya.

Pernyataan tokoh dimaksud itupun dipandang dipatahkan oleh Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 8 Tahun 2022. Karena di dalam Pasal 3 ayat (3) Perbup dimaksud, ada tujuh lembaga yang boleh terus menerus menerima hibah di tiap tahun anggaran. Dan desa adat/banjar adat dinilai merupakan salah satu yang berpeluang untuk mendapatkan itu.

“Dengan demikian, jika kami diberi mandat sebagai Bupati dan Wakil Bupati terpilih, kami akan mengubah Peraturan Bupati Nomor 8 Tahun 2022 tersebut dan memasukkan unsur desa adat dan banjar adat sebagai penerima hibah terus menerus sebagaimana diperkuat oleh Permendagri Nomor 99 Tahun 2019 Pasal 6 ayat (5) huruf c,” sebutnya.

Suyasa yang ketika itu didampingi Bakal Calon Wakil Bupati Badung Alit Yandinata kemudian mengangkat bantuan kepada desa adat se-Bali yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi Bali sebagai komparasi. Dimana diketahui bahwa rujukan hukumnya juga Permendagri Nomor 99 Tahun 2019. Dan sebagai aturan pelaksanaannya diterbitkan Peraturan Gubernur Nomor 20 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penganggaran, Pelaksanaan dan Penatausahaan, Pertanggungjawaban dan Pelaporan serta Monitoring dan Evaluasi Hibah dan Bantuan Sosial.

Selanjutnya, kata dia, secara spesifik Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Gubernur Nomor 34 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Adat di Bali juga membuka peluang pemberian hibah secara terus menerus. Demikian seperti tercantum dalam Pasal 9 ayat (2), yang menyatakan bahwa Pengalokasian APBD Semesta Berencana melalui belanja Hibah kepada Desa Adat, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan secara terus menerus setiap tahun anggaran.

“Dengan demikian secara yuridis, Permendagri memberikan ruang pemberian hibah kepada desa adat dan/atau banjar adat secara terus menerus sepanjang ada regulasi yang memberi landasan hukum. Dalam hal ini, kami akan mengubah Peraturan Bupati Nomor 8 Tahun 2022 agar memungkinkan pemberian hibah secara terus menerus kepada desa adat dan banjar adat masuk nomenklatur ke-8 selain tujuh lembaga yang sudah ada,” imbuhnya.

Soal pernyataan apakah DPRD Kabupaten Badung akan menyetujui, Suyasa mengatakan pernyataan tersebut seolah mengesankan bahwa semua anggota DPRD menolak program bantuan hibah 1 Milyar per banjar adat dan 2 milyar per desa adat.

“Jika demikian, tentulah para anggota DPRD akan disorot publik, karena tak menyetujui hibah yang jelas-jelas bertujuan meringankan krama banjar adat dalam menjalankan upacara Panca Yadnya dan kegiatan adat lainnya sehari-hari. Padahal Kabupaten Badung menggelontorkan hibah sangat besar untuk kabupaten lain se-Bali,” ucapnya.

Karena level status hukumnya adalah Peraturan Bupati, maka menurut dia, penyusunannya tidaklah memerlukan persetujuan DPRD. Hal tersebut mengacu pada Pasal 19 ayat (1) Permendagri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah.

“Dengan penegasan ini, Peraturan Bupati tak memerlukan persetujuan DPRD karena wewenang Bupati sebagaimana halnya Peraturan DPRD Kabupaten, tak memerlukan persetujuan Bupati karena merupakan kewenangan dan kebutuhan masing-masing. Bahwa dalam Perda APBD akan memerlukan persetujuan DPRD, saya juga tak menampiknya. Namun karena landasan Peraturan Bupati telah amat jelas dan peruntukan juga amat jelas, tentulah jika DPRD memperjuangkan aspirasi rakyat Badung, tak akan menghambat program ini,” pungkasnya. (adi,dha)

Back to top button