GIANYAR – Masyarakat Banjar Pinda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, berbondong-bondong mendatangi balai banjar, Sabtu (3/8/2024) malam. Mereka menyaksikan penampilan gong kebyar mebarung.
Menariknya, salah satu sekaa gong kebyar ini anggotanya merupakan warga Prancis. Mereka menamakan kelompoknya Puspa Warna, yang beralamat di Paris-Prancis di bawah naungan Asosiasi Panca Indra yang fokus belajar Gong Kebyar dan Semar Peguliangan.
Kordinator kelompok, Theo Merigeau, mengatakan, Group mereka terdiri dari 20 orang yang terdiri dari berbagai latar belakang yang sangat tertarik terhadap seni Bali, khususnya gambelan.
Sekitar tahun 2011, mereka menghimpun diri di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Paris di bawah binaan Bidang Penerangan Sosial Budaya. Pada tahun tersebut juga mereka berkesempatan belajar dengan Pak Kumpul salah satu tokoh gambelan dari Desa Adat Pinda, Saba, Blahbatuh, Gianyar.
“Kami terus mengembangkan diri mengadakan latihan rutin di Paris dua kali seminggu,” ujar Theo yang fasih berbahasa Indonesia.
Tahun 2024 ini pun menjadi tahun yang mereka tunggu. Sebab, setelah sekian lama belajar gambelan di Paris, mereka belum mendapatkan kesempatan untuk tampil di Pulau Dewata.
“Selama 10 hari belakangan ini dari 22 Juli – 2 Agustus kami mengadapan workshop di Pinda, tempat yang sudah lama kami impikan,” ungkap Theo yang merupakan seorang komposer di Paris.
Selama 10 hari tersebut, mereka belajar bersama pemuka sekaa Gong Dharma Kesuma Banjar Pinda di Balai Banjar.
“Pementasan ini sangat berarti bagi kami, kami yang dari jauh menghimpun diri dengan biaya sendiri akhirnya bisa pentas disini. Saya sendiri tidak tau kenapa saya suka dengan gambelan Bali,” ucapnya sambil tertawa.
Dalam pementasan tersebut mereka membawakan gending lelambatan Kreasi Tabuh Telu Pepanggulan, Tari Pendet, dan Tabuh Kreasi Manuk Anguci yang merupakan tabuh lengendaris milik para seniman Banjar Pinda. Berdampingan dengan Seka Gong Dharma Kesuma, Pinda mereka silih berganti memainkan gambelan.
Suara pukulan nada gambelan dan gaya bermain mereka sangat profesional. Layaknya mereka seorang seniman Bali yang penuh dengan aura taksu.
“Awalnya saya melatih Perhimpunan Pelajar Indonesia di Paris tahun 2009. Kampus mengirim saya saat itu. Tidak sengaja bertemu Theo ini. Entah bagaimana ceritanya, ia ingin belajar, tapi saya harus pulang,” cerita I Wayan Kader, dosen Isi Denpasar yang jadi penghubung pementasan tersebut.
Kader pun meminta supaya datang ke Bali.
“Datang saja ke Bali, pasti ada yang ngajari kamu. Biar gak bingung kamu juga bisa datang ke Banjar saya ” ujar Kader.
“Tahun 2011 dia pun datang, saya saat itu sedang kuliah di Solo, jadinya yang mengajari bapak saya,” kenangnya.
Saat ini, kata Kader, Theo menghimpun teman-temannya di Paris.
“Mereka tidak ada sponsor, mereka liburan tapi agar dapat sesuatu, jadilah mereka gelar workshop ini,” pungkas Kader. (jay)