BADUNG – Organisasi olahraga di bawah KONI baik di level nasional, provinsi maupun kabupaten tidak ada yang independen. Semua terikat dengan aturan KONI karena organisasi olahraga menggunakan dana pemerintah.
Semua itu jugatermasuk organisasi olahraga taekwondo dengan induk organisasi Taekwondo Indonesia (TI) di level masing-masing.
Semua itu diungkapkan Sekretaris Bidang Hukum dan Etika KONI Bali Yudi Atmika. Termasuk terkait berita TI Bali yang menyatakan organisasinya independen dan bebas menentukan nasibnya sendiri.
Seperti saat pertemuan KONI Badung dan Pengurus TI Bali belum lama ini yang di mediasi KONI Bali agar menyelesaikan sengketa dualisme Pengkab TI Badung, namun tidak ada kesepakatan sehigga KONI Bali minta kedua belah pihak melakukan perdamaian dengan mengadakan muskablub bersama.
Sekarang ini, KONI Badung dapat menerima usulan Pengurus KONI Bali, namun Pengurus Provinsi TI Bali menolaknya. Alasan mereka menolak, organisasi TI independent dan bebas menentukan apa saja diinginkan asal sesuai dengan AD/ART TI. Bahkan Bidang Hukum TI Bali Ramli menuduh KONI yang cawe-cawe kepada TI.
Pada pertemuan lalu itu, Ketua Umum KONI Bali IGN Oka Darmawan mengutarakan jika cabor apapun yang bernaung di bawah KONI tetap terikat dengan aturan KONI sesuai dengan AD/ART KONI. Dengan demikian tidak ada cabor independen.
Saat pembentukan cabor di masyarakat mungkin masih bebas dan independen atau cabor professional (pro). Hanya saja saat ingin menjadi anggota KONI ada proses organisasi yang mengikatnya.
Yudi Atmika yang juga Ketua Umum Pengprov FPTI Bali menyampaikan, anggapan pengurus TI Bali tidak benar dan sangat bertentangan dengan prinsip cabor amatir. KONI juga tidak mungkin cawe-cawe, sebab KONI merupakan pembina cabor sebagai anggotanya.
“Selama masih anggota KONI dan menggunakan anggaran pemerintah yang dikelola KONI, semua cabor tunduk dengan aturan KONI. Kalau TI itu cabor pro baru mereka tidak terikat dengan siapa pun. Seperti menggelar kejuaraan sendiri, tidak ikut multi even yang diadakan KONI,” tutur Yudi Atmika saat dihubungi, Senin (11/11/2024).
Dirinya menambahkan, urusan Pengurus Kabupaten TI Badung sepatutnya hanya dengan KONI Kabupaten dan Dojang. Sementara Pengurus Provinsi hanya memberikan pengakuan melalui Pengeluaran Surat Keputusan (SK).
Yudi Atmika juga menyesalkan sikap Pengprov TI Bali yang terlalu jauh mengambil wewenang Pengkab TI Badung, sebab dalam pembinaan sehari-hari menjadi ranah KONI Kabupaten Badug dalam melakukan pembinaan dan memberikan dana.
Mantan PNS di Badung itu juga mengakui, proses pemberhentian Ketua TI Badung Putu Winasa juga dikhawatirkan tidak dengan proses yang benar. Ketua yang diambilalih TI Bali itu tidak melalui proses peringatan I, II dan III.
Tidak ada klarifikasi atau mempertemukan mereka yang bersengketa. Tapi langsung diberikan SK pemberhetian dan menunjuk Pelaksana Tugas (plt).
Di Balik itu lanjutnya, Pengurus KONI Badung sudah melakukan hal yang benar dengan memproses Ketua Umum Cabornya dengan aturan yang ada di AD/ART KONI.
“Saya menduga TI Bali membuat laporan tidak lengkap ke PB TI di Jakarta karena kenyataannya proses pemberhentian terhadap Ketum Pengkab TI Badung dilakukan dengan semena-mena,” demikian Yudi Atmika. (ari/jon)