DENPASAR – Fraksi Partai Gerindra dan Fraksi Demokrat di DPRD Bali mengkritia perolehan laba yang berhasil dicapai oleh PT. Jamkrida Bali Mandara (JBM) Perusahaan plat merah milik Pemprov Bali dan kabupaten kota di Bali ini hanya membukukan laba sebesar Rp 4,8 miliar dari modal yang dikelola sebesar 165,7 Milyar lebih secara keseluruhan.
Dari total laba bersih komprehensif sebesar Rp 4,8 Milyar lebih tersebut, jika dihitung dari prosentase modal hanya terdapat 2,89 % kontribusi keuntungan dari modal yang disetor.
Hal itu terungkap dalam pemandangan umum fraksi yang disampaikan dalam rapat paripurna DPRD Bali yang dipimpin Ketua DPRD Bali Dewa Made Mahayadnya di ruang rapat utama DPRD Bali, Senin (28/10/2024).
Dalam rapat paripurna tersebut didampingi semua Wakil Ketua DPRD Bali, Wayan Disel Astawa, IGK. Kresna Budi dan Komang Nova Sewi Putra. Hadir Pj. Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya, Sekretaris Daerah Dewa Made Indra dan pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Bali.
Menurut Ketua Fraksi Gerindra DPRD Bali, Gede Harja Astawa, penempatan modal yang sedemikian besar tidak sebanding dengan capaian modal yang dikelola oleh PT. JBM.
Dalam kesempatan tersebut Fraksi Gerindra juga mempertanyakan banyaknya UMKM, BPR, Koperasi dan LPD yang menggunakan fasilitas PT. Jamkrida Bali Mandara guna meningkatkan kegiatan ekonomi daerah sehingga pemerintah daerah dapat membantu serta memberikan kontribusi langsung kepada pelaku usaha kecil dan menengah.
Fraksi Gerindra yang melihat laporan laba rugi PT.Jamkrida Bali Mandara per 31 Desember 2023, tercatat modal yang telah disetor sebesar 165,7 Milyar lebih secara keseluruhan, sedangkan laba bersih komprehensif sebesar 4,8 Milyar lebih, sehingga terdapat hanya 2,89 % kontribusi keuntungan dari modal yang disetor.
“Melihat kecilnya kontribusi keuntungan yang diperoleh maka kami fraksi Gerindra-PSI berpendapat bahwa untuk sementara waktu menunda dulu penambahan penyertaan modal untuk PT.Jamkrida Bali Mandara sampai kondisi APBD Provinsi Bali lebih stabil, kemudian mengalihkan penyertaan modal untuk unit-unit usaha yang lebih produktif,” pintanya.
Sementara Fraksi PDIP melalui juru bicaranya Made Rai Warsa menyampaikan bahwa terhadap Perubahan Bentuk Hukum Perseroan Terbatas Penjaminan Kredit Daerah Provinsi Bali, dari PT. Jamkrida Bali Mandara Menjadi PT. Jamkrida Bali Mandara (Perseroda) dilakukan untuk menyesuaikan dengan peraturan yang lebih tinggi yang mengatur BUMD, yakni Pasal 402 ayat (2) UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 114 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah, sehingga PT. Jamkrida Bali Mandara perlu dilakukan penyesuaian bentuk hukum dari PT menjadi PT (Perseroda).
“Kami PDIP sepakat dengan perubahan bentuk hukum tersebut,”katanya.
Dalam kesempatan tersebut Fraksi PDIP mempertanyakan terhadap kepentingan Non-Pengendali dalam kelompok Ekuitas PT. Jamkrida Bali Mandara, bahwa dalam Laporan Keuangan Tahun 2023 sebesar Rp9,918 milyar lebih, terkait pengambilalihan saham PT Sarana Bali Ventura berdasarkan Berita Acara RUPS-LB Perseroran Terbatas No. 9 tanggal 28 Agustus 2023. Penghitungan nilai tersebut mempergunakan perhitungan sementara.
Dalam kesempatan tersebit Fraksi PDIP berharap, PT. Jamkrida Bali Mandara (Perseroda) dalam Penjaminan Kredit atau Pembiayaan yang diberikan oleh lembaga keuangan perlu adanya penegasan.
“Kami berpendapat perlunya penegasan pada penjelasan bahwa yang dimaksud lembaga keuangan termasuk Labda Pacingkreman Desa Adat sebagaimana imaksud pada Perda tentang Desa Adat di Bali,”pungkasnya. (arnn)