GIANYAR – Kerajinan perak di Desa Celuk, Kecamatan Sukawati, krisis regenerasi sehingga memunculkan kekhawatiran terkait eksistensi. Meskipun masih tetap berjalan, tetapi tidak seramai di era 1980-an.
Perbekel Celuk I Nyoman Rupadana mengatakan, jumlah perajin perak yang aktif berkarya dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Bahkan, generasi muda cenderung enggan melanjutkan usaha kerajinan perak.
“Generasi mudanya enggan terjun ke perak. Mungkin jamannya yang memang sudah berbeda,” ungkap I Nyoman Rupadana saat ditemui belum lama ini.
Metode pewarisan yang diterapkan pada masa itu adalah metode partisipatif yang melibatkan secara langsung anak-anak, keluarga dekat, dan tetangga sekitar untuk belajar membuat kerajinan perak.
Saat ini metode pewarisan yang diterapkan masih sama, hanya saja minat generasi muda untuk mempelajari cara membuat kerajinan perak cenderung berkurang.
“Anak-anak sekarang cenderung sibuk dengan kegiatan belajar di sekolah ditambah les-les. Jadi tidak bisa seperti anak-anak jaman dulu yang setengah harinya dimanfaatkan untuk membantu orangtua membuat kerajinan Perak. Nah setelah tamat SMA, biasanya mereka enggan terjun ke Perak,” jelasnya.
Hingga kini, perajin perak di Celuk tersisa sekitar 100 rumah tangga dari jumlah KK 300-an.
“Hampir seluruhnya masih mengerjakan cuma kadang-kadang karena faktor usia tidak ada regenerasi. Yang tua-tua sulit mengerjakan karena perlu ketajaman mata,” ungkapnya.
Meski mendapatkan tantangan perubahan zaman, Rupadana tetap berupaya untuk mempertahankan julukan Desa Celuk sebagai pusatnya kerajinan perak di Bali, khususnya Gianyar.
“Intinya gimana caranya bangkitkan semangat generasi muda untuk menekuni Perak,” ujarnya.
Rupadana pun menyambut antusias perhatian dari pemerintah untuk menjaga eksistensi perak di Celuk. Salah satunya dengan keberadaan Sentra industri kecil dan menengah (IKM) di Desa Celuk.
“Bersama Pemkab Gianyar dengan adanya gedung IKM Celuk dan pelatihan maupun pembinaan, kita berharap bisa mempertahankan dan menyandang konsep one village one produk,” jelasnya.
Apalagi, dengan kemajuan teknologi permesinan, Rupadana yakin jika dulu produksi kerajinan perak sebatas peralatan upacara seperti bokor, caratan, sangku, dan sejenisnya kini semakin bervariasi. Desain dan motif tidak lagi terpaku pada desain dan pakem tradisional. Kreasi-kreasi baru mulai dikembangkan sesuai keinginan pasar, khususnya selera wisatawan asing.
“Karena Perak masih berpotensi untuk ekspor,” terangnya. (jay)