DENPASAR – DPRD Provinsi Bali terus kebut pembahasan Peraturan DPRD Provinsi Bali tentang Tata Tertib (Tatib) DPRD Provinsi Bali periode 5 tahun kedepan.
Pembahasan Tatib DPRD Bali dipimpin langsung Koordinator Pembahasan Tatib Made Suparta didampingi Ketua Bapemperda DPRD Bali Ketut Tama Tenaya, Selasa (15/10/2024) di Sekretariat DPRD Bali, Renon Denpasar.
Dalam pembahasan Tatib DPRD Bali dari 28 anggota dan pimpinan dihadiri Gede Kesuma Putra, Wayan Gunawan, Dr. Somvir, Grace Anastasia Surya Widjaja, Tjokorda Gede Agung, Anak Agung Istri Paramita Dewi dan Gede Gumi Asvatham.
Menurut rencana, Peraturan Tatib DPRD Bali ini pekan depan sudah dipastikan ada finalisasi terhadap sejumlah pasal yang dilakukan perbaikan ataupun penyempurnaan. Sehingga dalam pembahan pekan depan sudah bisa disampaikan hasil perbaikannya pasal demi pasal.
“Kami kebut pembahasannya dan kita siap bekerja 24 jam untuk menyelesaikan Tatib DPRD Bali yang hampir 50 persen terjadi perubahan,” ujar Koordinator Pembahasan Made Suparta seusai pertemuan.
Menurutnya perubahan terhadap Tata Tertib Dewan nomor 1 tahun 2019 ini, kedudukannya akan sama dengan Undang-Undang. Selain mengatur dinternal juga akan mengikat keluar.
Suparta menjelaskan Tatib ini mengatur internal dalam konsolidasi dewan, supaya kedudukannya semakin kuat sebagai penyelenggara pemerintah dalam konteks legislatif.
Sebagai penyelenggaran pemerintahan daerah Provinsi Bali, yaitu eksekutif dan legislatif.
“Begitu Tatib ini selesai, kita akan sosialisasikan, Tatib ini memiliki landasan hukum, filosofis, sosiologis yang mengacu kepada PP 12 tahun 2018, Undang-Undang Pemerintahan Daerah nomor 23 tahun 2015,”ujarnya.
Sementara dalam pembahasan anggota Pansus Wayan Gunawan menyampaikan, bahwa selama ini keberadaan anggota dewan seakan-akan tidak memiliki power dan kian melemah.
Bahkan politisi Golkar asal Bangli ini yang sudah lima periode di DPRD Bali menilai terjadi pelanggaran terstruktur, sistemik dan masif (TSM) terutama menyangkut hal-hal yang sangat urgent terutama Pansus di DPRD Bali.
“Keanggotaannya 15 orang, dalam prakteknya dibagi dua. Keanggotannya makaimal sejumlah besaran anggota komisi. Kalau evaluasi, apakah itu dibenarkan gak oleh Peraturan Pemerintah,”tanya Gunawan.
Gunawan menambahkan, dalam penyelenggaraan reses dilaksanakan 3 kali dalam setahun dan setiap kali reses selama 8 hari.
“Setelah kegiatan reses, rentetannya semestinya ada pelaporan yang disampaikan kepada pimpinan paling lambat 14 hari setelah rese, akan tetapi selalu lambat dan tidak ada penyampaian laporan,”ujarnya.
Selanjutnya, kata Gunawan, setelah hasil reses dilaporkan, pimpinan dewan lanjut melaporkan ke gubernur. Penyampaikan hasil reses kepada gubernur dan meminta kepada gubernur bahwa semua hasil reses dewan wajib ditindaklanjuti.
“Kalau dalam Tatib diatur, hanya ditindalanjuti, saya khawatir bisa saru gremeng. Usulan saya dalam Tatib yang baru, bahwa semua hasil reses anggota dewan harus ditambahkan kata wajib, kalau sudah diisi kata wajib ditindaklanjuti, baru keren,”pungkasnya.
Sementara Kadek Setiawan, SH., MH, Perancang Perundang-Undang Ahli Muda dari Kanwil Hukum dan Ham Bali dalam pembahasan Tatib DPRD Bali yang dibahas memberikan sejumlah masukan dan menginginkan adanya kepastian terkait perubahan pasal demi pasal dari Tatib DPRD Bali nomor 1 tahun 2019.
Sebab, dari pembahasan Tatib DPRD Bali mengalami perubahan hampir 50 persen. Pihaknya ingin mendapat kepastian bahwa perubahan yang terjadi terkait permasalahan hukum yang ada dialami DPRD Bali seperti yabg dituangkan dalam rancangan Tatib hingga 50 persen mengalami perubahan.
Setiawan mengatakan berdasarkan Permendagri 22 tahun 2023, mau tidak mau harus taat azas dalam pembahasan sesuai UU nomor 11 tahun 2012.
“Perubahan peraturan DPRD tentang Tatib lebih dari 10 pasal, judul harus disempurnakan, konsideran menimbang harus disesuaikan. Hal itu dikarenakan tidak sesuai dengan perkembangan hukum saat ini. Dasar hukum mengingat, tentunya harus ada penjelasan atau keterangan yang dicantumkan dalam mengingat,”pintanya. (arnn)