BADUNG – Kisruh yang kini dialami Pengkab TI Badung terus berlanjut pasca 6 dojang dari 7 dojang yang sebelumnya menyatakan mosi tidak percaya kepada Ketua Umum Pengkab TI Badung, Putu Winasa.
Hanya saja apa alasan mosi tidak percaya tersebut tidak jelas, sehingga mengganggu jalannya organisasi. Kini TI Badung sudah memiliki 15 Dojang, yang baru diterima sebagai anggota.
Sebenarnya tim KONI Badung sudah berupaya menyelesaikan dengan mengundang kedua belah pihak. Saat itu Ketua Umum (Ketum) Pengkab TI Badung Putu Winasa hanya menjawab singkat jika persoalan itu hanya karena tidak senang dengan Ketum Pengkab TI Badung.
Putu Winasa sendiri tidak memahami apa kesalahannya hanya dirinya mengaku jika soal komunikasi selama memimpin kurang dilaksanakannya dengan baik.
Akhirnya berdasarkan AD/ART KONI pada bagian 15 Pasal 32 ayat 10 yang berbunyi KONI dapat mengambil alih sementara kepengurusan anggota jika terjadi konflik kepengurusn yang mengakibatkan terganggunya roda organisasi.
Atas dasar pasal tersebut KONI Badung menunjuk caretaker mengganti Ketum Pengkab TI Badung, Putu Winasa, yang sebelumnya sebagai Ketum TI Badung diganti sementara Made Sudana, Ketua Bidang Organisasi Pengurus KONI Badung.
Ternyata Pengurus TI Bali tidak menerima apa yang dilakukan KONI Badung karena merasa berhak mengambil alih dan mengangkat Pelaksana Ketua TI Badung untuk sementara.
Menanggapi persoalan tersebut, Ketua Bidang Hukum dan Etika KONI Bali, Fredrik Billy SH. MH. Mengutarakan jika persoalan cabor di kabupaten di mana cabor tersebut sebagai anggota KONI setempat menjadi tanggungjawab KONI Kabupaten untuk menyelesaikan.
“Apa yang dilakukan KONI Badung sudah benar karena kalau ada kepengurusan anggota yakni cabor tidak berjalan sebagaimana mestinya, dapat melakukan pengambil alihan” kata Fredrik Billy saat dihubungi, Selasa (1/10/2024).
Pria yang berprofesi sebagai advocat itu menjelaskan jika pengurus provinsi cabang olahraga apa pun, harus taat dengan aturan KONI, karena rekomendasi KONI Kabupaten sangat penting untuk diperhatikan.
Tanpa rekomendasi KONI Kabupaten maka Pengurus Provinsi TI tidak dapat mengesahkan atau membuat SK pengurus sebuah cabor.
Sebuah cabor lanjut Fredrik Billy yang juga Wakil Ketua Umum Pengprov Perkemi Bali itu, akan dapat berjalan jika mendapat pengakuan dari KONI Kabupaten, sebab fasilitas dan dana cabor tersebut ada di KONI Kabupaten/Kota.
Jika ikut kejuaraan seperti misalnya Porprov Bali maka yang berhak mengirim sebuah cabor ikut atau tidak yakni KONI Kabupaten/Kota.
“Saya minta pengurus provinsi cabor memahami etika dan aturan itu demi kepentingan atlet ke depan. Jangan merasa kuasa karena pemilik atlet itu tak lain Kabupaten/Kota. Pengurus Provinsi hanya memfasilitasi jika ada kejuaraan tingkat nasional yang dilakukan Pengurus Besar Cabor terkait,” tegas Fredrik Billy.
Bahkan menurutnya, jika ada kejuaraan sifatnya terbuka (open), cabor Kabupaten/Kota juga dapat berangkat sendiri dengan fasilitas induknya di Kabupaten/Kota dan tidak pernah dapat biaya dari Pengurus Provinsi. (ari/jon)