DENPASAR – Majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar menolak eksepsi atau nota keberatan penasihat hukum terdakwa Bendesa Adat Berawa I Ketut Riana dalam perkara dugaan pemerasan atau pungutan liar terhadap investor Rp10 miliar terkait pengurusan izin investasi.
Saat membacakan putusan sela di pengadilan Tipikor, Kamis (20/6), majelis hakim diketuai Gede Putra Astawa menyampaikan alasan keberatan penasihat hukum terdakwa. Pertama, proses di awal cacat hukum dan pengadilan tidak berwenang. Kedua, surat dakwaan tidak cermat, tidak jelas, tidak lengkap. Ketiga, mengenai materi dakwaan dengan perbuatan yang disangkakan saat operasi tangkap tangan (OTT).
Setelah membaca dan meneliti, majelis hakim berpendapat perkara terdakwa I Ketut Riana didakwa JPU sesuai Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 61 ayat (1) KUHP.
Dalil penasihat hukum menyebut materi dakwaan berbeda dengan perbuatan yang disangkakan dalam OTT, majelis hakim berpendapat tidak masuk dalam ketentuan Pasal 156 KUHAP, atau di luar ruang lingkup keberatan.
Terkait keberatan penasihat hukum berkaitan status terdakwa bukan PNS dan penyelenggara negara, Gede Putra Astawa mengungkapkan sudah masuk ke dalam salah satu unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.
Oleh karena itu, persoalan tersebut akan dikunci dalam tahap pembuktian. Dengan kata lain, keberatan penasihat hukum sudah masuk dalam materi pokok perkara.
“Berdasarkan uraian tersebut, majelis hakim berpendapat seluruh keberatan dari penasihat hukum terdakwa tidak beralasan secara hukum. Pengadilan Tipikor Denpasar berwenang memeriksa dan mengadili perkara,”tegas Gede Putra Astawa didampingi hakim anggota, Imam Santoso dan Ni Made Oktimandiani.
Majelis hakim memerintahkan penuntut umum melanjutkan pemeriksaan perkara atau sidang dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi yang dijadwalkan pada Kamis (27/6) mendatang.
Sementara, penasihat hukum terdakwa I Made Kariada menyampaikan tetap akan berusaha memberikan pembuktian mengenai perluasan jabatan bendesa adat menjadi pegawai negeri itu karena hal itu dinyatakan sudah masuk ke pokok perkara.
Pihaknya pun mempersiapkan segala sesuatu tentang kontruksi pokok perkaranya. “Jadi, kami akan perkuat di pokok perkara karena ini menyangkut kontruksi hukum baru, apakah bendesa adat waktu pelaksanaan sesuatu yang tidak menyangkut tentang keuangan negara, menyangkut tentang upah atau gaji dan sebagainya apakah masuk dalam ranah tipikor atau tidak nanti kami buktikan,” ucap Kariada ditemui seusai sidang.
Ia pun kembali menyinggung mengenai konstruksi kasus dibangun dari awal OTT pada prinsipnya adalah pemerasan jual beli lahan. Namun, mengapa kontruksi pasal menjadi berubah saat dakwaan? “Masak orang ditangkap dugaan (pemerasan) jual beli lahan, terus dakwaan berubah menjadi masalah perizinan. Ini kan sudah gak nyambung,” tandasnya. (dum)