DENPASAR- Salah satu gending petangkilan dalam pewayangan Bali yaitu Gending Bopong khas Kayumas, Denpasar sudah jarang disajikan lagi.
Seiring meredupnya gending tersebut, melalui program pengabdian kepada masyarakat, Ni Putu Hartini, S.Sn, M.Si yang merupakan Dosen Prodi Seni Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan Intitut Seni Indonesia (ISI) Denpasar melakukan penelitian serta pelatihan yang terdiri dari beberapa langkah kegiatan yang dilaksanakan guna kembali memperkenalkan gending Bopong kepada generasi muda.
Biasanya garapan gending bopong ini memiliki beberapa motif gending untuk mengiringi tokoh-tokoh wayang yang akan mengadakan sidang/musyawarah (pauman).
Suhartini menceritakan, dalam sejarah
Wayang Kulit Bali sebelumnya hanya diiringi oleh seperangkat instrumen Selonding, Suling, dan Kemanak, namun pada tahun 1920-an menggunakan gamelan Gender Wayang.
Pernyataan tersebut tercantum dalam kakawin Wretta-Sancaya karya Mpu Tanakung dan Kakawin Bharatayudha karya Mpu Sedah pada jaman pemerintahan Jayabaya di Jawa Timur pada abad XI
Terkait gending bopong ini dimainkan setelah gending pemungkah serta hanya dimainkan sekali tiap pentas. Gending petangkilan dalam wayang kulit Bali ada tiga macam yaitu Gending Alas Arum untuk karakter halus; Rundah untuk karakter sedang (mata dedeling), dan Bopong untuk karakter raksasa (keras) .
“Pada umumnya ketiga gending gaya Kayumas Denpasar ini pasti disajikan dalam sebuah pertunjukan Wayang Kulit Bali. Namun belakangan ini gending bopong sudah jarang dimainkan, beberapa seniman maupun pegiat seni gender yang kami tanyakan membenarkan gending bopong jarang dimainkan, ” ucap Hartini, Senin (28/8/2023).
Dari fenomena tersebut, kata Suhartini, merasa penting untuk dapat melakukan pembinaan atau pelatihan terhadap penguasaan Gending Bopong tersebut.
Gending Bopong ia teliti dan pelajari dari master Gender Wayang dari Kayumas Denpasar yaitu I Wayan Konolan (almarhum) dan I Wayan Suweca ( almarhum) mereka juga seorang pensiunan dosen dan juga salah satu seniman karawitan yang mumpuni di bidang gamelan Gender Wayang.
Gending Bopong ini terdiri dari tiga paletan atau bagian dengan adanya pengulangan pada tiap bagian sebanyak dua kali, dapat dikatakan pula apabila gending ini merupakan gending petangkilan yang memiliki bagian paling panjang.
“Menukik mengenai kekhawatiran keberadaan Gending Bopong di Denpasar akan terancam hilang karena saat ini yang menguasai hanya I Wayan Suweca saja,” tandasnya.
Selanjutnya, Putu Hartini melaksanakan pembinaan di sekitar Denpasar untuk mempermudah dan mempelancar proses pelatihan dan penguasaan gending ini.
“Prioritas utama dalam menyelamatkan aset warisan tak benda ini, tidak hanya fokus pembinaan mengenai penguasaan teknik keahlian menabuh dan penguasaan materi gending secara praktis namun juga membangun kecintaan, kesadaran akan rasa memiliki warisan kesenian dan budaya Bali,” tambahnya.
Dalam kegiatan Program Pengabdian Masyarakat (PKM) ini terdiri dari beberapa langkah kegiatan, yakni: pengenalan gending Bopong, pembacaan notasi, permainan musikalitas, pelatihan gending Bopong dengan demonstrasi teknik dasar memainkan gending Bopong Gender Wayang.
Proses pelatihan dan pembinaan gending Bopong di Sanggar Tabuh Kembang Waru berlangsung selama 10 kali pertemuan yang diikuti oleh 12 orang peserta didik yakni terdiri dari 8 anak laki-laki dan 4 anak perempuan.
“Pewarisan gending-gending gender wayang khususnya gaya Kayumas Denpasar ini harus mendapat perhatian dari para seniman karawitan khususnya pecinta gender wayang,” pungkasnya. (sur)