DENPASAR – Pelayanan publik yang berkaitan dengan keberadaan Desa Adat menjadi salah satu bahan kajian Ombudsman RI Provinsi Bali. Ombudsman mulai bisa masuk untuk melakukan pengawasan terhadap Desa Adat karena sudah ada payung hukum berupa Perda.
“Sudah bisa diketagorikan urusan dinas karena ada anggaran pemerintah masuk ke Desa Adat,”ujar Kepala Ombudsman Perwakilan Bali, Sri Widhiyanti yang didampingi Kepala Pencegahan Ombudsman RI Provinsi Bali Ida Bagus Oka Manuba saat menyampaikan Hasil ‘Rapid Assessment’ kepada Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra, di kantor Gubernur, Senin (28/8/2023).
Menurut Kepala Ombudsman RI Provinsi Bali Sri Widhiyanti, langkah ini diambil karena pihaknya banyak mendapat pengaduan masyarakat, khususnya persoalan yang berhubungan dengan pungutan.
Lebih jauh ia menerangkan, persoalan menjadi pelik karena penyusunan pararem yang menjadi payung hukum bagi Desa Adat untuk melakukan pungutan terhadap krama tamiu masih terganjal lambannya perolehan nomor registrasi dari Dinas PMA Provinsi Bali.
“Kalau situasi ini tak segera teratasi, ia khawatir Desa Adat tak punya payung hukum yang sah sehingga rentan terseret ke ranah hukum,” ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut disampaikan, Ombudsman RI Bali juga berkomitmen melindungi keberadaan Desa Adat.
“Kasian para bendesa adat beserta prajurunya, mereka sudah ngayah,”katanya.
Ombudsman RI berharap dan mendorong Pemprov Bali mengambil langkah untuk memperlancar proses pemberian nomor register agar konsep pararem yang telah disusun sejumlah Desa Adat dapat segera disahkan dan menjadi payung hukum di wewidangan masing-masing.
Salah satu rekomendasi yang diberikan Ombudsman RI adalah penetapan standar waktu dalam proses pengajuan pararem hingga memperoleh nomor register.
Sementara Kepala Pencegahan Ombudsman RI Bali Ida Bagus Oka Manuaba menyarankan agar Dinas PMA menyusun standar pelayanan yang meliputi durasi, biaya dan hal lainnya. Dalam proses rapid assessment, Ombudsman melakukan wawancara di 21 Desa Adat.
Dari hasil wawancara, diperoleh informasi bahwa sosialisasi terkait hasil pesamuan agung belum sepenuhnya dipahami prajuru Desa Adat.
“Untuk itu, kita merekomendasikan pelaksanaan rekomendasi yang lebih intens dengan melibatkan pengurus inti, bukan hanya tenaga admin,”pungkasnya. (arn/jon)