DENPASAR – Suguhan seni modern yang keren dan berkarakter di ajang Festival Seni Bali Jani (FSBJ) V 2023, mulai bergulir. Salah satunya yang tampil malam ini, Senin (17/7/2023), dari Komunitas Aghumi.
Komunitas berdomisili di Denpasar ini berupaya memenuhi harapan itu dengan menyuguhkan karya perdananya di FSBJ yang menarik penuh makna bertajuk “Rahim Bahari”.
Rahim Bahari sebagai pemaknaan tempat lahirnya energi kehidupan di lautan yang subur penuh berkah, seperti kartu tarot mayor The Moon yang memancarkan kekuatan kegelapan dan terang penyair-penyair perempuan memasuki lapisan bawah sadar jiwa, menyentuh ruang kandung yang tersembunyi, mengajak sejenak menepi menuju penyembuhan.
Dramatisasi puisi bertema laut ini didukung oleh sembilan penyair perempuan Bali kelahiran 1960-1990-an.
“Konteks penyair perempuan Bali disini dapat dibagi menjadi dua, yakni penyair perempuan yang lahir di Bali dan penyair perempuan luar Bali yang berproses kreatif di Bali,” kata Sutradara, Wulan Dewi Saraswati di sela-sela gladi, Minggu (16/7/2023).
Tarot Mayor The Moon sering kali dimaknai sebagai kekuatan batin dan intuisi yang matang. Dalam terapi partisipatoris, penonton akan didorong untuk menjelajahi dan mengakui pemikiran, perasaan, dan pengalaman batin mereka sendiri.
“Seperti halnya The Moon, terapi ini dapat melibatkan pengakuan terhadap pengalaman batin penonton dan memungkinkan intuisi mereka untuk memandu proses penyembuhan. The Moon juga mengajukan pertanyaan kepada penonton untuk berkolaborasi dan sebagai bahan reflektif,” jelasnya.
Dalam dramatisasi ini, pendekatan terapiutik mengalir dalam setiap kata, menghubungkan jiwa dan puisi-puisi melalui mata batin penyair yang dirajut benang-benang waktu. Tarot bermakna sebagai kesenian dengan suatu sistem kartu yang memiliki arketipe dan simbol. Masing- masing simbol adalah perwujudan dari cerita dan pesan.
“Kami rasa, pengungkapan cerita dan pesan dalam setiap kartu tarot itu menarik untuk diangkat sebagai sebuah pementasan dengan sentuhan terapiutik parsipatoris,” imbuhnya.
Representasi dihadirkan sebagai penghayatan terhadap momen-momen tragedi, romantis, ilusi, dan putik yang dilahirkan dari dalam laut. Rahim Bahari, sejatinya sebuah pantulan budaya perempuan pesisir yang kerap tangguh dan bersungguh hidup di antara pasir, ikan, kapal, kerang, asin, keringat, dan cerita-cerita tentang jumpa dan duka.
“Komunitas Aghumi menjadi salah satu peserta yang open call (Utsawa) bagi sanggar/komunitas di seluruh Bali. Setelah melewati sistem kurasi dan tahap prentasi, maka Aghumi berhasil menjadi salah satu penyaji,” ujarnya.
Aghumi bekerja sama dengan Narwastu Autism Learning Awareness untuk membantu anak-anak autis dalam memprodusi karya seninya. Keisa dan Dharma akan tampil membacakan puisi dan bernyanyi bersama. Selain itu, garapan koreografer I Nyoman Galih Adi Negara turut memaknai puisi-puisi yang digubah menjadi lagu opera oleh Tika Puspita.
“Bagi saya, menjadi sutradara sangat terbantu berkat kerjasama tim yang baik, Westiarta sebagai asisten sutradara dan Andy Putra sebagai pimpinan produksi. Tentu saja, saya berterima kasih banyak kepada Ingga Adelia selaku manager produksi, sehingga proses garap berjalan lancar.
Sementara, 9 perempuan Aghumi tampil membawakan sembilan puisi perempuan Bali.
Perempuan yang luar biasa berdedikasi selama 3 bulan, yaitu Ingga, Hana, Bintang, Cherry, Yustina, Amel, Pritha, Vuri, dan Santi Dewi. Aghumi berdiri sejak 2018, merupakan komunitas seni kreatif berbasis tarot yang berfokus pada kesehatan mental khususnya mengasah daya cipta seni anak spektum autisme.
“Semoga kawan-kawan bekenan menyaksikan pementasan Rahim Bahari ini,” ucap Wulan. (sur)