
BADUNG – Warga Perumahan Puri Gading, Jimbaran, mendesak pihak pengembang untuk segera menyerahkan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) kepada pemerintah. Karena sudah bertahun-tahun seolah dibiarkan tak terurus, dan justru merugikan warga.
Desakan itu pun tampak tertuang dalam sejumlah spanduk yang terpasang di Kantor Pemasaran Puri Gading, Jimbaran. Bahkan di antaranya, ada yang menyebut bahwa PT Mitra Surya Cemerlang adalah pengembang nakal.
“Atas nama warga Puri Gading kami sangat berharap agar developer ini benar-benar berkomitmen untuk menyerahkan fasos fasum, segera. Kalau ini tidak diserahkan, maka fasilitas jalan rusak tidak ada yang perbaiki, jembatan ambruk tidak ada yang perbaiki, lampu-lampu gelap gulita tidak ada yang betulin. Karena memang pemerintah tidak bisa masuk, karena (fasos fasum) belum diserahkan,” ungkap seorang warga Puri Gading, yakni Stevan.
Keandalan fasilitas-fasilitas tersebut, menurut dia, bukan semata-mata untuk warga Puri Gading saja. Melainkan secara umum, termasuk pula masyarakat Lingkungan Bhuana Gubug. “Itulah harapan kami semua,” sebutnya didampingi warga Puri Gading lainnya.
Perjuangan menuntut tanggung jawab pihak pengembang terhadap fasos fasum Puri Gading, dituturkan dia, sesungguhnya sudah berlangsung puluhan tahun. Bahkan proses sudah melangkah ke tingkat pimpinan daerah. Namun nyatanya, hingga saat ini perjuangan masih belum menuai hasil menggembirakan.
“Sampai ke Bupati, ke Sekda, ke DPRD, sudah berkali-kali. Tapi tetap saja. Kami tidak tahu dimana sesungguhnya kendalanya. Kami cuma berharap mereka (pengembang) tulus memberikan yang terbaik buat warga,” sambungnya.
Selama fasos fasum tidak diserahkan ke pemerintah, sambung dia, maka sesungguhnya 100 persen menjadi tanggung jawab pengembang. Namun menurut dia, hal itu tidak dilaksanakan dengan berbagai alasan. Karena itulah, warga mendesak agar fasos fasum Puri Gading segera diserahkan ke pemerintah.
“Jadi lebih baik diserahkan saja (kepada pemerintah). Kenapa susah untuk menyerahkan ini (fasos fasum)? Kalau memang sulit menyerahkan langsung secara keseluruhan, kan bisa dilakukan secara bertahap. Misalnya serahkan dahulu bagian jalan, dengan demikian kan pemerintah bisa melakukan perbaikan,” desaknya.
Sementara itu, Kepala Lingkungan Bhuana Gubug Jimbaran, Wayan Mana menyebut sangat mendukung percepatan penyerahan fasos fasum Puri Gading. Karena sepengetahuan dia, warga sudah sangat lama menantikan hal tersebut.
“Warga butuh fasilitas yang baik. Sementara sekarang, siapa yang bertanggung jawab kita juga tidak tahu. Orang yang dirasa bertanggung jawab, seolah-olah lempar tanggung jawab. Jadi saya dukung ini,” tegasnya.
Sebagai kepala lingkungan, selama ini dirinya pun ikut bergerak untuk menyegerakan penyerahan tersebut. “Ini sudah bergulir puluhan tahun. Jadi menurut saya tidak salah jika warga sudah tidak sabar lagi,” sebutnya.
Jembatan di Jalan Puri Gading, disebut sebagai salah satu contoh fasilitas yang dibutuhkan warga. Jembatan dimaksud sudah sejak akhir tahun 2024 lalu ambruk, namun hingga saat ini masih belum jelas perbaikannya. “Memang itu adalah musibah. Tapi tentu ini tidak bisa lepas dari tanggung jawab developer. Karena fasumnya belum diserahkan, jadi tidak ada pihak lain yang memiliki legalitas untuk memperbaiki itu, selain developer itu sendiri,” jelasnya.
Berdasarkan komunikasi yang coba dilakukan selama ini, pihak pengembang dirasa terlalu banyak alasan. Di antaranya yakni ketiadaan dana, menunggu pimpinan yang ada di Jakarta, tidak memiliki kapasitas, dan lain sebagainya.
“Padahal penyerahan fasos fasum ini sudah sedari lama kita kejar. Beberapa kali pergantian pengurus perumahan, selalu kita kejar hal itu. Bahkan kita sudah bertemu dengan Pak Wakil Bupati, Pak Sekda, bahkan Pak Bupati, itu sudah kita lakukan,” sebutnya.
Ditanya soal kendalanya, menurut informasi yang diperoleh dari pemerintahan, hal itu berkenaan dengan belum terpenuhinya semua persyaratan untuk melakukan penyerahan. “Segala macam cara sudah kami tempuh untuk bertemu dengan pihak developer, tapi masalah belum juga dapat terselesaikan,” imbuhnya menuturkan kondisi yang korbannya bukan hanya warga perumahan saja, melainkan juga masyarakat secara umum di Lingkungan Bhuana Gubug.
“Buyut-buyut kita sudah ada di sini sebelum perumahan ada. Bahkan ada warga kita yang direlokasi ke pinggiran, dengan catatan akan diberikan fasilitas yang baik. Namun faktanya, bisa dilihat seperti apa kondisinya saat ini,” ungkapnya menuturkan kawasan dengan jumlah warga adat dan dinas yang mencapai lebih dari 300 KK tersebut. (adi,dha)