
BULELENG – Penolakan Desa Adat Pancasari Kecamatan Sukasada terhadap rencana kegiatan Penyediaan Sarana Wisata Alam (PSWA) pada blok pemanfaatan Taman Wisata Alam (TWA) Danau Buyan – Tamblingan tak hanya mendapat perhatian khusus Wakil Ketua DPRD Provinsi Bali, IGK Kresna Budi.
Penolakan terhadap investasi yang diajukan PT. Raditya Persada Sentosa untuk pemanfaatan Kawasan Hutan Pancasari yang menjadi ‘Ulu Suci dan Ulu Merta’ (tempat suci dan sumber kehidupan,red) masyarakat Bali juga mendapatkan sorotan wakil rakyat di DPRD Kabupaten Buleleng.
“Sebagai wakil rakyat, kami mendukung penolakan desa adat dan mengapresiasi pembatalan proses pemeriksaan lokasi dan formulir UKL-UPL yang diajukan investor oleh DKLH Provinsi Bali,” tandas I Wayan Indrawan, anggota DPRD Kabupaten Buleleng masa bhakti 2024-2029, Rabu (12/3/2025).
Selaku wakil rakyat dari Desa Pancasari, Indrawan yang hadir dan mengikuti sosialisasi rencana kegiatan PSWA oleh PT. Raditya Persada Sentosa, pada Senin, 10 Maret 2025 menegaskan, penolakan desa adat patut didukung karena ada sejarah kelam warga Pancasari akibat dampak pemanfaatan hutan konservasi yang tidak terkendali.
“Tiang sebagai wakil rakyat, juga warga Desa Pancasari meminta agar investor, pihak terkait terutamannya BKSDA Bali selaku pengelola TWA Danau Buyan-Tamblingan serta DKLH Bali lebih cermat dan mempertimbangkan permohonan investasi, pemanfaatan kawsan hutan konservasi, khususnya di Desa Pancasari,” ungkapnya.
Selain pertimbangan kearifan lokal, berupa bhisama maupun keyakinan masyarakat Bali tentang gunung dan kawasan hutan sebagai ‘ulu suci dan ulu mertha’, juga hendaknya melihat topografi dan sejarah daripada lokasi investasi.
Wakil rakyat Desa Pancasari yang akrab disapa Jess ini mengungkapkan, sejarah kelam berupa bencana alam tanah longsor yang terjadi beberapa kali dan banyak memakan korban jiwa, serta bencana banjir disetiap musim penghujan, merupakan trauma masyarakat Desa Pancasari.
“Trauma bencana akibat perambahan hutan dan memakan korban jiwa ini, tentu sangat sulit dihilangkan. Belum lagi banjir yang berulang tahun disetiap musim penghujan dan hingga saat ini belum teratasi, sangat sulit dihapus dari ingatan warga secara turun temurun,” jelasnya.
Beruntung, dibalik bencana tersebut, Desa Pancasari memiliki banyak sekali potensi, pariwisata, pertanian terutama agrowisata sehingga hampir seluruh warga memiliki pekerjaan yang dapat menghidupi keluarga.
“Kami bersyukur, atas berkah Hyang Widi, Tuhan Yang Maha Esa dan keuletan warga, pengangguran di Desa Pancasari itu 0 persen,” tegasnya.
Jess mengaku sependapat dengan Wakil Ketua DPRD Provinsi Bali, IGK Kresna Budi agar pemerintah pusat dan daerah,serta pihak terkait ekstra hati-hati dalam mengeluarkan ijin pemanfaatan kawasann hutan dan senantiasa melakukan monitoring evaluasi (monev) terhadap investasi pada kawasan berisiko dampak lingkungan.
“Kami sudah cukup dan bersyukur dikaruniai alam yang suci dan asri, sejuk dan subur serta terkenal naturalnya hinggga ke manca negara,” tandasnya.
Sesuai saran masukan dari berbagai pihak, selain ekstra hati-hati dalam pemberian perijinan, alangkah bijak jika pemerintah pusat dan daerah, serta BKSDA Bali selaku pengelola kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Danau Buyan – Tamblingan mulai menyiapkan master plan, penatakelolaan kawasan hutan konservasi dalam suatu Rancangan Detail Tata Ruang (RDTR) Khusus Kawasan TWA Danau Buyan – Tamblingan.
“Selain terjaganya lingkungan, hal ini juga untuk memberikan kepastian hukum terhadap iklim investasi,” pungkasnya. (kar/jon)