
GIANYAR – Garapan kolosal seni teater terakbar bahkan spektakuler disuguhkan kandidat Doktor I Made Sidia dalam ujian akhir pada Program Studi Penciptaan Seni Program Doktor Institut Seni Indonesia Bali, Senin (3/3/2025).
Berlangsung di Sanggar Paripurna di Desa Bona, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, I Made Sidia menyajikan 7 babak cerita, setiap babak berpindah-pindah dalam panggung yang berbeda di sekitar sanggar, mulai panggung memanfaatkan lahan parkir kemudian gang menuju rumah, lanjut masuk ke halaman rumah, ada pula panggung di wantilan hingga panggung utama yang berada di sisi selatan Sanggar dengan hamparan lahan yang cukup luas.
Triyantra Murti: Refleksi Filosofi Ramayana dalam Cipta Teater Lingkungan di Bona, menjadi tema yang diangkat Putra Maestro seni Bape Sija (almarhum) dalam ujian Doktor Prodi Penciptaan Seni. Dihadiri Rektor ISI Bali Prof. Dr, I Wayan Kun Adnyana sekaligus ketua penguji bersama dewan penguji, guru besar , para tokoh seni, budayawan serta undangan dan masyarakat umum.
Made Sidia sebelum pagelaran dimulai mengungkapkan, garapan Triyantra Murti menginterpretasikan nilai-nilai filosofis Ramayana dengan pendekatan yang sistematis dan terstruktur.
“Triyantra Murti meliputi tiga konteks yaitu Wayang Orang, Wayang Kulit, dan Wayang Kaca. Dalam Metode penciptaan digunakan Catur Jagra Semara yaitu empat tahapan, Mulasik (riset), Kulalata (bahan/data), Upaya (konsep karya), dan Dhatu (perwujudan). Sedangkan Bentuk Lango, sebagai struktur karya, menyatukan elemen tradisional dalam ketiga Wayang tersebut secara yang harmonis,” ungkapnya.
Lebih lanjut dijelaskan, Wayang Orang menonjolkan ekspresi tubuh dan wajah aktor untuk menggambarkan pergolakan batin tokoh-tokoh utama. Kemudian Wayang Kulit menciptakan dimensi spiritual melalui bayangannya dan Wayang Kaca menambahkan elemen modern dengan refleksi dan transparansi, memperkuat tema dualitas, nilai-nilai moral dan spiritual, seperti pertempuran antara kebaikan dan kejahatan yang dari eksternal, maupun konflik internal dalam diri individu.
“Estetika visual karya ini untuk menciptakan pengalaman dalam menggugah penonton, memperkuat filosofi mendalam melalui penggunaan elemen tradisional dan lingkungan,” ucapnya.
Sidia yang merupakan pengelola Sanggar Paripurna Bona itu menyatakan, penggunaan Triyantra Murti menciptakan dimensi transendental, menyampaikan ekspresi batin tokoh, dan menambah kedalaman dualitas karakter. Sinergi elemen tradisional dan lingkungan membuka peluang baru dalam seni pertunjukan teater lingkungan yang mengajak penonton dalam karya ini.
“Karya teater lingkungan yang menginterpretasikan nilai-nilai filosofi Ramayana direfleksikan dalam tujuh tahapan hidup manusia guna mencapai kesempurnaan hidup. Karya didukung 300 pemain, dan diiringi gamelan Semarandana, Gong Gede, Gender Wayang, serta MIDI, dan 100 lebih pendukung lainya total ada 400 orang. Tata penyajiannya berpindah-pindah dengan tujuh tempat yang berbeda sebagai perwujudan tingkat kesadaran manusia,” tandasnya.
Sementara itu Ketua Penguji sekaligus Rektor ISI Bali Prof. Dr. I Wayan Kun Adnyana mengungkapkan, ujian Tertutup Penciptaan Seni yang dilakukan Kandidat Doktor Seni Prodi Program Doktor ISI Bali I Made Sidia, menjadi momentum pemuliaan ISI Bali di tengah masyarakat.
Momentum ini merupakan titik balik untuk kembali memaknai Perguruan Tinggi dengan tradisi apaguron (berguru pada maestro). “Seting Desa Bona, dengan habitus keluarga seni, seperti keluarga Maestro Made Sidja, menemui titik relevansinya,” kata Prof. Kun.
Salah satu tokoh Desa Bona I Gusti Ngurah Susila menyambut baik serta merasa bangga bila Bona akan kembali menelorkan doktor lagi. Pihaknya menyebut di Bona sejak tahun 1917 sudah ada kesenian cak, seiring perjalanan Cak Bona sempat mengalami kemunduran. “ Kali ini Cak Bona yang memiliki kekhasan tersendiri kembali dibangkitkan, dan disaat ujian doktor kali ini pula Cak Bona disertakan dalam pementasan Ramayana karya Made Sidia, kami sangat senang,” kata Ngurah Susila.
Untuk diketahui, selain menjadi dosen di ISI Bali, Made Sidia, memiliki bakat mewayang dan mulai berkembang berkeinginan untuk melanjutkan di sekolah seni di KOKAR tahun 1983. Dengan bimbingan orang tua kemudian melanjutkan ke STSI Denpasar. Tahun 1990 sempat mendukung karya I Ketut Kodi dan I Dewa Ketut Wicaksana berjudul ‘Anugrah”. Dari pengalaman mengawali belajar menciptakan karya-karya pakeliran dan 1992 pada Ujian Akhir membuat karya berjudul “Sumbah”.
Berkat bimbingan orang tua dan pengetahuan yang didapatkan di bangku kuliah mulailah beraktivitas di dunia seni pewayangan dan seni tari topeng.
Tahun 1993 secara bertahap orang tua menyerahkan Sanggar Paripurna untuk dikelola, hingga saat ini selaku pengelola dan pembina berbagai macam seni yang diwariskan orang tua untuk dilanjutkan, seperti membuat wayang, topeng, properti, kostum, dan alat-alat upacara. Beberapa karya baru yang sering disebut dengan wayang multimedia, dengan ide-ide baru tetap berakar pada tradisi yang telah diajarkan oleh orang tua. (sur)