TABANAN – Wakil Menteri (Wamen) Kebudayaan Giring Ganesha menegaskan komitmen pemerintah untuk terus menjaga kebudayaan sebagai wajah bangsa Indonesia.
Salah-satunya adalah budaya subak sebagai wujud kearifan lokal masyarakat Bali dengan filosofi Tri Hita Karana.
Giring Ganesha menyampaikan hal itu saat membuka Subak Spirit Festival (SSF) di Jatiluwih, Kabupaten Tabanan, Bali, Sabtu (9/11/2024).
“Arahan dari Bapak Prabowo, kebudayaan harus menjadi wajah bangsa Indonesia,” katanya.
Dalam kaitan itu, dia menyebut subak bukan suatu tehnik pertanian, tapi merupakan perwujudan dari kearifan lokal Bali dengan filosofi Tri Hita Karana yang mengharmonisasikan kehidupan manusia, alam dan penciptanya.
Subak pun, sebut Wamen, memiliki keterkaitan yang erat dengan masalah ketahanan pangan dimana Presiden Prabowo menekankan pula agar sistim pertanian lokal tetap dijaga.
Di sisi lain, dia menyebut, Subak menghadapi tantangan besar seperti berkurangnya sumber air, alih fungsi lahan, regenerasi petani dan ancaman bencana.
Karena itu, diperlukan perhatian yang sungguh-sungguh untuk menyelamatkan subak. Salah-satunya dengan memperkuat sinergi antara subak sebagai bentuk pertanian berkelanjutan dengan pariwisata.
“Langkah-langkahnya akan segera saya bicarakan dengan kementerian pariwisata,” ujarnya.
SSF hadir untuk pertama kalinya sebagai festival pembuka (Kick-Off) yang bertujuan memperkenalkan dan mengapresiasi warisan budaya Subak di Bali.
“Pemuliaan Air menjadi teman festival ini untuk mengajak masyarakat untuk merenungkan serta merayakan harmoni antara pelestarian Subak sebagai warisan budaya sakral dan pemulihan ekosistem air di Bali,” kata Dibal Ranuh, kurator Subak Spirit Festival.
Festival ini bertujuan tidak hanya untuk memperingati pentingnya air dalam sistem Subak, tetapi juga untuk merayakan sawah sebagai jantung kehidupan masyarakat Bali.
Lebih dari sekadar sistem irigasi, Subak adalah sistem sosial dan budaya yang mengokohkan kebersamaan, keberlanjutan, serta keseimbangan ekologis di Bali.
Pengunjung festival akan disuguhkan berbagai kegiatan yang memperkenalkan nilai budaya dan alam Bali, termasuk pelatihan, lomba, pameran budaya, serta pertunjukan seni tradisional seperti Joged Bumbung dan Mepantigan.
Para musisi lokal seperti Joni Agung & Double T, Robi Navicula, Ayu Laksmi, dan Emoni akan tampil untuk menyemarakkan acara ini, menambah suasana yang meriah namun tetap sarat makna.
Festival ini juga menawarkan kegiatan unik seperti road bike, nobar film, lomba menangkap belut, serta workshop Sunari dan Lelakut yang menggali lebih dalam kearifan lokal Bali dan filosofi hidup yang diwariskan dari sawah.
“Saya sengaja membuat konsep festival ini untuk mengajak penonton kembali ke sawah. Di sini, semua orang akan merasakan keaslian sawah—dari panas mataharinya, keindahan pemandangannya, hingga kegiatan sehari-hari di sawah. Kembali ke sawah adalah kembali ke natah (rumah). Sawah adalah rumah kita bersama yang harus selalu dijaga, dirawat, dan diwariskan untuk generasi-generasi berikutnya.” Kata Dibal. (sur)