MANGUPURA – Polemik saling klaim kepemilikan apartemen The Umalas Signature di Jalan Bumbak, Kerobokan, Kuta Utara, Badung, memanas. Demi menjaga kondusifitas, sejumlah personel Brimob bersenjata laras panjang disiagakan di area pintu masuk.
Penjagaan ketat itu juga buntut dari kasus penganiayaan terhadap bartender IB Putu Agung Supradnyana Putra (22) dilakukan FS (44) dan HV (45) yang kini ditahan di Polres Badung.
Terkait polemik yang terjadi, Budiman Tiang mengklaim sebagai pemilik sah sebagaimana disampaikan melalui kuasa hukumnya, Dwight George Nayoan, SH., MH. Kepada awak media, Kamis (31/10/2024).
Ia menjelaskan, kliennya merupakan pemegang hak atas tanah berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 619/Kelurahan Kerobokan, SHGB Nomor 620/Kelurahan Kerobokan, SHGB Nomor 621/Kelurahan Kerobokan dan SHGB Nomor 622/Kelurahan Kerobokan.
“Klien kami selaku pihak pertama telah memiliki lahan SHGB sejak 2016,” jelas Dwight George Nayoan.
Sementara, PT Magnum Estate International (MEI) merupakan pihak kedua yang mengklaim sebagai pemilik baru. Perusahaan ini merupakan bentukan dari PT Samahita Umalas Prasada (SUP) sebagai Perseroan Terbatas Penanaman Modal Dalam Negeri yang bergerak di bidang Perdagangan, Pembangunan, serta Jasa (Aktivitas Profesional, Ilmiah dan Teknis).
Dwight George Nayoan menceritakan, awalnya Budiman Tiang membentuk PT SUP dan menjalin kerja sama dengan MEI untuk membangun dan memasarkan bangunan yang berada di lahan SHGB pihak pertama.
Saat pembangunan, ada orang berinisial SS dan IM datang ke marketing office PT SUP untuk mengajukan diri sebagai salah satu sales, dan pihak pertama memberikannya kesempatan.
Seiring waktu berjalan, SS diangkat menjadi Direktur PT SUP dan dibentuklah PT. MEI, dan tertuang dalam Akta Perjanjian Kerjasama Operasional antara PT. SUP dengan PT. MEI dengan tujuan pemasaran (marketing) atas unit-unit yang terdapat pada bangunan di atas lahan SHGB.
Pada 2021, pihak pertama berencana mengadakan kerja sama terkait pembangunan dan pemasaran tanah SHGB (marketing) dengan PT SUP dan dituangkan dalam Akta Nomor 33 tertanggal 24 Desember 2021 terkait Perjanjian Kerjasama antara Budiman Tiang dengan PT SUP (“PKS 33/2021”) dihadapan Notaris I Putu Ngurah Aryana, S.H.
Pasal 3 ayat (3) huruf (d) menyebutkan, bahwa pihak pertama adalah pemilik tanah HGB, serta tidak tidak ada orang atau pihak lain yang memiliki atau turut memiliki hak atas tanah HGB atau memiliki atau turut memiliki suatu hak atau kepentingan dengan nama apapun juga atas tanah HGB.
“Pasal 3 ayat (3) huruf (c) menyebutkan, Tanah HGB bebas dari sengketa, sitaan, agunan, ikatan dan/atau beban apapun,” tegasnya.
Dalam perjalanannya, pihak kedua disebut lalai dalam melakukan kewajibannya dalam pengelolaan keuangan sehingga berdampak pada kegiatan membangun pembangunan modul-modul rumah kos atau tempat usaha yang yang bersifat komersial.
Kegiatan pembangunan dimaksud tidak dapat dilanjutkan alias mangkrak karena tidak selesai pembangunan yang dikerjakan oleh pihak kedua hingga batas waktu yang telah di tentukan selambat-lambatnya pada 1 November 2023.
“Terhitung kurang lebih 1 bulan, sebagai akibat atau konsekuensi tidak selesainya pembangunan oleh Pihak Kedua, dimaksud, telah menyebabkan kerugian bagi Pihak Pertama sebagai Pemilik Tanah HGB yang telah menyediakan tanahnya untuk dimanfaatkan secara komersial,” tuturnya.
Pihak kedua dianggap tidak mampu melaksanakan ketentuan yang telah diatur pada PKS 33/2021 Pasal 5. Bahwa atas perbuatan tersebut, telah menghambat ekspektasi/harapan terhadap pelaksanaan PKS 33/2021. Dalam hal ini Pihak Pertama merasa tidak pernah mendapatkan sepeserpun keuntungan komersial dari hasil penyewaan jangka panjang oleh PT SUP/PT MEI total senilai kurang lebih Rp 500 miliar.
Mengenai kabar sudah ada kepastian hukum tentang penetapan pengadilan atas penguasaan lahan SHGB milik kliennya, Dwight George Nayoan menegaskan itu adalah penetapan pelaksanaan RUPSLB, bukan penetapan pengalihan hak atas lahan SHGB tersebut karena kliennya tidak pernah menjual kepada siapapun.
Mengenai isu keberadaan ormas di sana, pihaknya hanya melakukan outsourcing security dan houskeeping dan tidak berhubungan dengan ormas.
Sementara itu, CS selaku perwakilan yang ditunjuk oleh PT MEI atas proyek apartemen tersebut menjelaskan bahwa PT. MEI telah membayar lunas kepemilikan atas proyek tersebut. Tetapi, BT (Budiman Tiang) dan afiliasinya tidak menyerahkan proyek tersebut, serta tidak melaksanakan kewajibannya untuk melakukan RUPS atas jual beli kepemilikan proyek The Umalas Signature.
CS juga menyampaikan bahwa BT menyangkal bukti telah menerima pembayaran sejumlah uang sesuai dengan kesepakatan. Pihaknya merasa dihadang oleh kelompok diduga ormas yang ditempatkan di sana saat hendak masuk.
“Perkara ini telah diputus melalui Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Kamis, 3 Oktober 2024 lalu, yang mana telah mensahkan kepemilikan PT. Magnum Estate International atas The Umalas Signature,” ungkapnya. (dum)