DENPASAR – Kegiatan upacara keagamaan pada tempat-tempat ibadah, seperti pengempon pura melaksanakan karya agung, piodalan pedudusan, upacara adat yang dilaksanakan umat Hindu di Bali maupun upacara lain, dipastikan dihadiri oleh pasangan calon bupati-wakil bupati, paslon walikota-wakil walikota maupun paslon gubernur dan wakil gubernur di Bali.
Undangan masyarakat tersebut tentu mengharapkan kehadiran paslon dan hampir terjadi disemua kabupaten kota di Bali pada masa kegiatan kampanye Pilkada serentak 27 Nopember 2024. Bahkan yang paling diharapkan oleh masyarakat akan kehadiran paslon adalah punia atau sumbangan dari paslon dengan harapan bisa menutupi biaya dari kegiatan upacara yadnya.
Dibalik punia atau sumbangan tersebut dari paslon berharap bisa dipilih saat pencoblosan 27 Nopember 2024 nanti. Persoalannya, apakah punia atau sumbangan yang diberikan paslon merupakan sebuah pelanggaran pilkada?
Menurut anggota Bawaslu Bali Wayan Wirka, paslon yang menghadiri undangan masyarakat baik upacara adat di desa, maupun di pura sebagai tempat ibadah, tidak ada larangan untuk memberikan punia ataupun sumbangan.
“Sepanjangan kehadiran paslon memberikan punia atau sumbangan tidak dibalut dengan kegiatan kampanye berupa penyampaian visi-misi dan program paslon, pemberian punia atau sumbangan diperbolehkan. Paslon boleh mepunia di pura, asal setelah pemberian punia, paslon tidak boleh ada kegiatan kampanye atau ajakan memilih,”ujar Wayan Wirka saat dikonfirmasi via telepon, Minggu (13/10/2024).
Wayan Wirka mengatakan, pada maaa kampanye ini memang tidak bisa dipungkiri, kalau ada kegiatan besar baik undangan adat maupun upacara keagamaan di pura, masyarakat dipastikan mengundang paslon baik bupati-wakil bupati, walikota-wakil walikota maupun gubernur-wakil gubernur dan paslon dipastikan berupaya untuk menghadiri undangan masyarakat.
Dalam kegiatan seperti itu, Bawaslu tetap memastikan bahwa tidak ada kegiatan sosialisasi paslon ataupun kegiatan kampanye di tempat ibadah. Pengawasan yang dilakukan Bawaslupun tidak boleh masuk ke utama mandala pura sebagai tempat masyarakat melakukan persembahyangan.
Batasan tempat pengawasan, Bawaslu hanya melakukan pengawasan di madya mandala dan di nista mandala. Hal itu disebabkan karena aturan, pengawasannya sampai di madya mandala. Meski demikian, Bawaslu Bali tetap berupaya untuk melakukan pencegahan supaya tidak terjadi pelanggaran kampanye.
Wayan Wirka berharap, semua paslon tetap bisa menjaga kesucian pura. Jangan ada kegiatan kampanye, penyampaian visi-misi paslon, menyampaikan program ataupun janji-janji politik di tempat suci. Kalau sampai ada ajakan untuk memilih paslon, itu jelas pelanggaran pilkada.
“Janganlah dipolitisasi, kami himbau semua paslon tetap menjaga kesucian tempat ibadah, jangan dikotori dengan kegiatan politik,”pintanya.
Wirka menambahkan, dari kegiatan pengawasan kampanye yang dilakukan sampai saat ini belum ada menemukan pelanggaran kampanye di tempat suci. Kalau misalnya laporan bahwa ada temuan masyarakat, paslon memberikan punia dan ada ajakan untuk memilih paslon pada Pilkada nanti, itu jelas pelanggaran. Apalagi, ada alat peraga kampanye berupa contoh kertas suara.
“Kalau ada laporan masyarakat dan ada alat bukti pendukungnya, Bawaslu pasti tindaklanjuti,”tegasnya.
Bawaslu berharap, semua paslon dapat memahami semua aturan Pilkada dan ikut bersama-sama menjaga kesucian tempat ibadah.
“Kata kuncinya, mepunia boleh, sepanjang tidak ada ajakan kampanye dan alat peraga kampanye,”pungkasnya. (arn/jon)