DENPASAR – Kegagalan KONI Bali mencapai target raihan 45 medali emas dan hanya meraih 36 medali emas di PON XXI/2024 lalu, jika dibandingkan dengan capaian di PON XX/2021 di Papua cukup jauh.
Hal itu jika berdasarkan matematis dengan perbedaan jumlah atlet juga dengan adanya tambahan 10 cabang olahraga (cabor) yang dipertandingkan.
Bila di PON XX/2021 di Papua silam, Bali menempati ranking 5 dengan meraih 28 emas dan jumlah 235 atlet, sedangkan di PON 2024, Bali berkekuatan 549 atlet atau selisih 314 atlet dibanding di PON Papua. Selain itu jika di PON Papua hanya turut di 29 cabor sedangkan di PON 2024 turut di 49 cabor.
Selain itu dari catatan rival, Jawa Tengah (Jateng) yang selama ini selalu di papan atas perolehan medali, baru sekali saja bisa dilewati Bali dan itu justeru saat di PON XX/2021 di Papua.
Pada PON 2024, Jawa Tengah justeru mendepak Bali dan mengambil posisi Bali sebelumnya dengan menempati posisi 5 dengan raihan 71 medali emas.
Lantas bagaimana posisi Bali, terjungkal ke posisi 7 dengan raihan 36 medali emas atau kalah dengan Jawa Tengah dengan selisih 35 medali emas.
Bali terbebani ? Rasanya tidak ! Karena beberapa komentar yang muncul selalu harus ada alasan kambing hitam terkait tuan rumah. Lantas dimana letak kekurangan dan kelemahan yang gagal dalam meraih capaian target ?
Pastinya KONI Bali harus menggelar evaluasi yang benar-benar murni dari kegagalan itu dan tidak hanya mencari dalih atau alasan yang tidak masuk akal.
Atau menghindar dengan Bahasa yang selalu terungkap selama ini jika semua persiapan- persiapan dan selalu persiapan yang terus dikatakan bagus dan semuanya berjalan lancar.
Malah ada salah seorang pengurus cabor yang merasakan pengurus KONI Bali hanya datang melihat jika cabor sudah mulai memperebutkan medali utamanya medali emas.
Hal ini karena ada cabor yang bukan unggulan yang tidak didatangi pengurus KONI Bali Evaluasi memang harus dilakukan secara menyeluruh (ari/jon)