Proyek Jalan Lingkar Selatan (JLS) yang digugat sejumlah warga di Banjar Sawangan, Kelurahan Benoa, Kuta Selatan.
BADUNG – Proyek Jalan Lingkar Selatan (JLS) digugat sejumlah warga di Banjar Sawangan, Kelurahan Benoa, Kuta Selatan. Setidaknya ada enam warga dalam gugatannya meminta proyek JLS dihentikan, lantaran sebagian tanah mereka belum menerima ganti rugi. Disisi lain, Pemkab Badung berdalih tidak bisa memberikan ganti rugi tanpa ada alas hak.
Informasi yang berhasil dihimpun, gugatan warga ini disampaikan ke Pengadilan Negeri Denpasar, sesuai register diterima tanggal 2 Januari 2024. Gugatan ditujukan kepada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Badung. Enam warga yang menggugat adalah I Wayan Kamar, I Made Pintu, I Made Mendra, I Made Lama, I Wayan Agun Juniantara, dan I Ketut Sudana.
Pengadaan tanah untuk pelebaran jalan 12 meter sepanjang Jalan Pantai Giri – Sawangan Niko, Kelurahan Benoa. Warga yang menggugat menyatakan telah memiliki sertifikat dan melepaskan/membebaskan masing-masing 12 M3 atas tanahnya. Walau telah melepas tanahnya, penggugat menyatakan belum pernah menerima ganti rugi dari Dinas PUPR Badung.
Dari hitungan penggugat total ganti rugi yang harus dibayarkan pemerintah adalah Rp39.720.000.000. Karena belum menerima ganti rugi, para penggugat secara bersama-sama menghentikan proyek pelebaran jalan yang digadang-gadang sebagai salah satu upaya pemecahan masalah kemacetan di Badung selatan.
Kadis PUPR Badung IB Surya Suamba yang dikonfirmasi, Minggu (4/7) membenarkan adanya gugatan dari sejumlah warga Sawangan tersebut. “Memang benar ada gugatan warga, mereka meminta proyek JLS dihentikan. Alasannya kita belum membayar ganti rugi,”ujarnya. Atas tudingan ini, pihaknya membantah dengan tegas.
Dikatakannya, Pemkab Badung tidak mungkin tidak membayar tanah masyarakat, tapi dengan satu catatan harus memiliki alas hak/sertifikat. Proyek pengadaan lahan ini sendiri berlangsung tahun 2018. “Tidak mungkin pemerintah tidak membayar, akan tetapi harus memiliki alas hak yang sah. Kita tidak berani membayarkan ganti untung, kalau tidak ada sertifikatnya,”tegas Surya Suamba.
Dijelaskan, selama ini pihaknya selalu berkoordinasi dengan BPN dalam pembebasan lahan. Dari koordinasi yang dilakukan, khususnya pada lokasi yang disengketakan, tanah yang terkena pelebaran jalan di wilayah Panti Giri – Sawangan Niko adalah termasuk tanah negara. Atau dengan kata lain dari hasil pengukuran, tanah yang dimaksud tidak termasuk dalam sertifikat tanah para penggugat. “Kalau kita bayarkan tanpa alas hak, tentu akan menjadi temuan dalam pemeriksaan oleh BPK,”pungkasnya. (lit)