BADUNG – Kantor Imigrasi (Kanim) Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai melakukan penegakan hukum keimigrasian projustisia terhadap 8 Warga Negara Asing (WNA). Tujuh di antaranya adalah WNA Nigeria, sedangkan 1 lainnya adalah WNA asal Ghana.
Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Bali, Pramella Yunidar Pasaribu mengungkapkan, tujuh WNA Nigeria tersebut masing-masing berinisial CSN (31), AMC (40), FCU (22), GCC (29), OKC (33), SMO (36), dan EOF (34). Sementara WNA Ghana dimaksud, memiliki inisial AA (34).
Penindakan terhadap kedelapan WNA tersebut, katanya berawal dari pengaduan masyarakat yang masuk melalui media sosial resmi Kanim Ngurah Rai. Yang kemudian ditindaklanjuti operasi pengawasan keimigrasian oleh Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim), pada sebuah penginapan di wilayah Kuta, 28 Mei 2024 lalu.
“Dalam operasi ini tim Inteldakim mengamankan 3 WNA asal Nigeria berinisial ACP (Lk, 23), EOF (Lk, 33), dan OIC (Lk, 35). Ketiga WNA tersebut langsung dibawa ke Kanim Ngurah Rai untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, dimana satu WNA tidak dapat menunjukkan dokumen perjalanan,” ungkapnya, Senin (22/7/2024).
Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap ketiga WNA tersebut, kemudian dilakukan pengembangan. Termasuk melalui gelaran operasi kedua ke sebuah perumahan di wilayah Denpasar Barat pada 29 Mei 2024.
“Dalam operasi kedua ini tim Inteldakim mengamankan 21 WNA (19 WN Nigeria, 1 WN Ghana, dan 1 WN Tanzania), karena pelanggaran izin tinggal keimigrasian (overstay). Dimana 7 WNA di antaranya, tidak dapat menunjukkan dokumen perjalanan (paspor),” sambungnya.
Dari total 24 WNA yang diamankan itu, 7 WNA katanya sudah dideportasi. Sementara 9 WNA dilimpahkan ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar, dan 8 WNA lainnya dilakukan projustisia.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan, kedelapan WNA tersebut telah melanggar pasal 71 huruf b Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Dimana setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia, wajib memperlihatkan dan menyerahkan dokumen perjalanan atau izin tinggal yang dimilikinya apabila diminta oleh pejabat imigrasi yang bertugas dalam rangka pengawasan keimigrasian,” jelasnya.
Dimana ketentuan pidana keimigrasiannya, lanjut dia, adalah tercantum dalam Pasal 116. Yang mana di dalamnya menyebutkan bahwa setiap orang asing yang tidak melakukan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau pidana denda paling banyak Rp25 juta.
“Dari delapan WNA yang sedang menjalani proses projustisia, satu WNA berinisial EOF telah mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) pada 9 Juli 2024 dengan hukuman pidana denda sebesar Rp20 juta subsider pidana kurungan selama 2 bulan,” bebernya.
Lalu bagaimana dengan 7 WNA lainnya? Ditanya demikian, Pramella menyebut bahwa kini berkas perkaranya telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Badung untuk proses selanjutnya. (adi)
*Foto istimewa: