GIANYAR – Prajuru Desa Adat Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, menggelar paruman terkait permasalahan penutupan akses jalan proyek milik warga asing di wilayah setempat.
Paruman pada Senin (15/7/2024) malam itu mempertemukan prajuru lama dengan prajuru baru. Hasilnya, warga belum mau membuka akses jalan sebelum ada kejelasan nilai sewa lahan milik desa adat untuk proyek tersebut.
Ketua Mudita Kertha Sabha Desa Adat Bedulu, I Wayan Sudarsana, Selasa (16/7/2024) mengatakan, prajuru lama dipimpin Gusti Made Serana diberikan waktu maksimal seminggu untuk mempertangungjawabkan kontrak tersebut dan I Putu Ariawan sebagai pelaksana selaku ketua baga padruenan desa adat untuk menuntaskan uang kontrak yang dinilai warga ada ketidaksinkronan.
“Jika tidak tercapai kepastian itu, maka akan ditempuh jalur hukum, dilaporkan sesuai aturan yang berlaku,” ujar I Wayan Sudarsana.
Sudarsana menyebutkan, awalnya nilai sewa disepakati Rp2,5 juta per are. Namun, harga tersebut tidak disosialisasikan oleh bendesa lama kepada krama.
Krama berinisiatif menelusuri hingga diketahui nilai sewa yang dibayarkan oleh WNA Rp3 juta per are.
“Ditemukan dalam bentuk kwitansi,” ungkap Sudarsana.
Berdasarkan temuan itu, dilakukan rapat dengan prajuru. Akhirnya persoalan ini pun akan dibuka dalam paruman dengan perjanjian akan dibicarakan secara baik-baik. Lalu dilakukan rapat dengan semua desa yang ada di Desa Adat Bedulu pada 19 Mei 2024.
“Hasil rapat dibuat notulen. Untuk memperkuat notulen harus ada tanda tangan bendesa lama selaku orang yang mengontrakkan tanah adat itu sebelumnya. Namun, bendesa tidak mau tanda tangan sehingga dilakukan penutupan akses kemarin,”ungkap Sudarsana.
Sementara, mantan Bendesa Adat Bedulu I Gusti Made Serana menyatakan dirinya tidak pernah mengantongi uang dari investor atas sewa tanah pelaba Pura Dalem.
Investor telah membayar biaya sewa dan disetor ke kas desa adat termasuk kepastian nilai kontrak. Uang sewa yang diterima oleh prajuru Rp608 juta untuk tahap pertama pembayaran.
“Ada tiga tahap. Dana tahap pertama telah digunakan untuk biaya odalan dan melunasi biaya pembangunan pura dengan laporan pertanggungjawaban yang jelas,” jelasnya.
Prajuru lama juga telah mensosialisasikan sewa tanah ke masyarakat dan disetujui krama Desa Adat Bedulu dengan mewajibkan investor membayar biaya sewa dalam tiga tahap.
“Telah disepakati Rp2,5 juta per are,” ujarnya.
Setelah masa jabatan Gusti Made Serana selaku bendesa habis, dalam masa perjalanan pembayaran biaya sewa, bendesa adat yang baru bersama prajuru mereview kesepakatan nilai sewa tanah pelaba pura dari Rp 2,5 juta per are menjadi Rp3 juta per are.
Review dilakukan karena beredar isu di masyarakat ada pihak yang diduga mencari keuntungan dari penyewaan tanah pelaba pura dengan markup sewa tanah menjadi Rp3 juta per are.
Isu ini semakin kuat ketika sejumlah warga menelusuri termasuk mempertanyakan kepada investor.
“Dan Saya pun merasa tidak pernah menandatangani terkait nilai sewa sebesar Rp3 juta itu,” tandasnya. (jay)