BULELENG – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali bersama Pemkab Buleleng gelar penerangan/sosialisasi dan diskusi penegakan hukum melibatkan seluruh Perbekel dan Kelian Desa Adat se-Kabupaten Buleleng.
Selain meluruskan sekaligus pembenahan perspektif tentang penegakan hukum yang cendrung keliru, melalui program ‘Kejati Masuk Desa’ dengan tajuk ‘Kedudukan Desa Dinas dengan Desa Adat Ditinjau dari Aspek Yuridis’ juga diharapkan dapat memberikan pencerahan bagi perbekel dan kelian desa adat dalam melaksanakan tupoksinya sekaligus mencegah terjadinya perbuatan melawan hukum.
“Kami mengapresiasi kegiatan ini sebagai langkah positif, memberikan pencerahan hukum kepada perbekel dan kelian desa adat, sekaligus menggalang kepercayaan masyarakat terhadap kejaksaan dalam melaksanakan tupoksinya, melalui tindakan preventif agar tidak terjadi pelanggaran hukum dan tindak pidana,” tandas Gede Sandhiyasa selaku Plt. Asisten I Setda Buleleng saat membuka kegiatan di Gedung Wanita Laksmi Graha Singaraja, Kamis (13/6/2024).
Sandhiyasa yang hadir mewakili Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana juga berharap melalui sosialisasi hukum ini seluruh stakholder pemerintahan desa, baik desa dinas maupun desa adat di Kabupaten Buleleng dapat memahami kedudukan desa dinas dan desa adat dari aspek yuridis, sekaligus turut aktif mendukung dan menerapkan program kejaksaan dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
“Sehingga pemeritahan desa dinas dan desa adat serta warga masyarakatnya bisa terhindar dari berbagai permasalahan hukum, terutama pelanggaran hukum mengarah pada tindak pidana,” tandas Sandhiyasa diapresiasi Anak Agung Ngurah Jayalantara.
Mewakili Kejati Bali, mantan Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng ini menegaskan, pencerahan hukum dilakukan untuk mencegah potensi permasalahan hukum pada desa dinas dan desa adat.
“Kami mengajak seluruh perbekel dan bendesa/kelian desa adat agar senantiasa mengikuti peraturan perundang-udangan dalam membuat serta menerapkan awig-awig atau peraturan adat diwilayah masing-masing,” tandasnya.
Sesuai amanat Undang-undang Republik Indonesia No 15 tahun 2023 tentang Provinsi Bali dan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat, kata Jayalantara, Pemerintah Daerah dan Kejati Bali wajib mengawal dan menjaga desa.
“Bilamana ditemukan atau melakukan kekeliruan hukum maka secara tanggap dilakukan pembinaan dan perbaikan dibarengi dengan komitmen perbekel dan kelian desa adat. Sebagai aparat penegak hukum, kami membuka peluang dan memberikan pencerahan terhadap dinamika yang terjadi selama ini di desa adat maupun desa dinas, dan kami berkewajiban mengawal dan menjaga desa dinas maupun desa adat dalam melahirkan berbagai produk hukum atau peraturan adat agar tidak terjadi kekeliruan,” tegasnya.
Ia juga mengajak dan mengingatkan agar tidak mencantumkan nilai wajib minimal terhadap nominal biaya yang harus dikeluarkan untuk investasi, warga negara asing (WNA), penduduk pendatang termasuk pungutan kepada pedagang.
“Karena sejatinya, filosofi keberadaan desa adat yang nota bena bernuasa Agama Hindu adalah Yadnya,” pungkasnya. (kar/jon)