GIANYAR – Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Gianyar menemukan sejumlah usaha warung makan dan restoran tidak mengenakan pajak 10 persen pada konsumen sesuai Perda Nomor 7 Tahun 2023.
Inspektur Daerah Kabupaten Gianyar I Gusti Bagus Adi Widhya Utama alias Gusti Bem, Selasa (11/6/2024) mengatakan, pihaknya sedang melakukan audit terkait pajak konsumen bagi usaha tempat makan maupun restoran.
“Sejumlah tempat makan yang tidak mengenakan pajak pada konsumen, seperti tempat makan berciri khas ayam goreng lokal yang banyak digandrungi anak-anak,”ujarnya.
Kondisi itu, kata Gusti Bem, karena kurangnya pemahaman. Pajak dipungut oleh pemerintah melalui pengusaha. Nantinya, pajak yang dibayarkan tersebut akan kembali ke masyarakat dalam bentuk program, pelayanan publik, baik pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan sebagainya.
“Banyak dari mereka yang tidak memungut pajak ke konsumen padahal ini untuk perekonomian daerah yang nantinya akan kembali disalurkan melalui program-program yang dibutuhkan masyarakat,” jelasnya.
Bem pun menjelaskan bahwa selama ini pajak daerah yang menjadi PAD kabupaten/kota berbeda dengan pajak penghasilan atau PPH ataupun PPN. Pajak daerah adalah pajak yang dibebankan kepada customer, bukan pelaku usaha.
“Pelaku usaha membantu pemerintah menyetorkan pajak yang dititip melalui costumernya, sehingga seluruh pelaku usaha wajib menyertakan tax dalam transaksi yang dilakukan. Baik itu pengusaha hotel, restoran maupun lainnya yang diatur dalam ketentuan UU dan Perda,” jelas Bem.
Jika pajak yang dititip tersebut tidak dilaporkan, kata Bem, pelaku usaha tersebut bisa disebut melakukan penggelapan. Dan pada UU 1 tahun 2022 pasal 181 disebutkan, Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), sehingga merugikan Keuangan Daerah, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Selain itu, wajib pajak yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), sehingga merugikan Keuangan Daerah, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
“Ketidaktaatan pengusaha terhadap aturan pajak ini juga menghambat pembangunan daerah. Sebab, pendapatan daerah bergantung pada pajak,” tandasnya.
Selain ketidaktaatan juga ada masukan dari beberapa pelaku usaha agar perda ini dapat disosialisasikan lebih banyak kepada masyarakat. “Untuk itu kami mohonkan kepada sekda agar memerintahkan dinas terkait lebih gencar melaksankan sosialisasi terhadap peraturan-peraturan daerah yang ada,”harapnya. (jay)