TABANAN – Karena ketidakpahaman akan aturan, marak kasus hukum yang menjerat pengurus desa adat. Hal ini menjadi atensi Pemerintah Daerah kabupaten Tabanan. Mencegah hal tersebut terjadi, Inspektorat bersama Dinas Kebudayaan melakukan sosialisasi anti korupsi kepada desa adat se-kabupaten Tabanan melibatkan Kejaksaan Negeri Tabanan, di Gedung Kesenian Ketut Maria, Senin (3/6/2024).
Kasi Pidsus Kejari Tabanan, Nengah Ardika perwakilan dari Kejari Tabanan menekankan agar aparat desa adat untuk lebih berhati-hati dan tidak sembarangan melakukan kegiatan yang berpotensi bermasalah dengan hukum. Apalagi terkait dengan uang. Dikatakannya, sejumlah potensi tindak pidana yang dilakukan oleh oknum di desa adat cukup banyak. Salah satunya dan paling banyak ditangani adalah pengelolaan LPD/Bupda serta pungli.
“Kasus LPD paling banyak, ada yang sedang ditangani dan sudah putus sidang, ini karena potensi penyalahgunaan dana LPD sangat besar, dan mengelola jumlah uang yang besar mencapai miliaran rupiah,” katanya.
Selain LPD, banyak juga hal lainnya yang berpotensi terkait dengan pungli, gratifikasi, pemerasan dan pengenaan tarif pembelian tanah dan pembangunan, pengelolaan parkir yang tanpa ijin, pengelolaan pariwisata, pajak parkir serta potensi pelanggaran lain yang berkaitan dengan pengelolaan anggaran.
“Potensi penyelewengan di Tabanan sangat banyak. Contohnya pungli. Kami di Kejaksaan sangat konsen tidak hanya melakukan penindakan tetapi pada memberikan pembinaan agar tidak ada pelanggaran,” tandasnya.
Melalui kegiatan ini paling tidak bisa dilakukan sharing pengetahuan hal-hal yang mungkin menimbulkan Tipikor. Menurut Ardika, saat ini pihaknya melihat ada beberapa Perarem desa adat yang juga mencantumkan terkait dengan persentase ketika ada transaksi jual beli tanah, karena itu potensi terjadi penyimpangan dan pelanggaran.
“Kalau masih ada yang seperti itu, saya sarankan agar segera direvisi,” pintanya.
Ardika juga menyebutkan, banyak Perarem yang belum terdaftar. Satu sisi, ketika desa adat ingin memiliki pemasukan tentu harus secara legal, misalnya saja pengelolaan parkir desa adat ingin mengelola silahkan, asalkan ada Penandatanganan Perjanjian Kerjasama (PKS) dengan Dishub atau pajak parkir dengan Bakeuda.
“Intinya kami ingin melindungi desa adat dari oknum-oknum yang merugikan masyarakat secara luas, dan kami siap membantu memberikan pendampingan bagi desa adat,”pungkasnya.
Sementara Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Tabanan I Made Yudiana usai acara mengaku sosialisasi ini digelar memang khusus menyasar desa adat. Di Tabanan ada sebanyak 349 Desa adat dengan berbagai persoalannya. Dengan adanya sosialisasi ini tidak terjadi pelanggaran yang mengarah pada tindak pidana korupsi.
“Intinya agar tidak ada pelanggaran karena banyak bermunculan kasus di desa adat terkait permasalahan hukum, sehingga kami melakukan sosialisasi melibatkan kejaksaan,” jelasnya. (jon)