BULELENG – Perhelatan pesta demokrasi tahun 2024 secara serentak yang sudah masuk tahapan rekapitulasi hasil pemungutan dan penghitungan suara mendapatkan apresiasi mantan Ketua KPU Buleleng Wayan Rideng.
Selain antusias masyarakat pemilih yang menunjukkan peningkatan partisipatisi dan kesadaran berdemokrasi, pada Pemilu Serentak tahun 2024 juga menampilkan berbagai macam strategi para kompetitor dalam meraih simpati rakyat menuju kemenangan.
“Tentunya senantiasa bersentuhan dengan aturan main, sebagaimana diatur dalam peratuan perundang-undangan yang berlaku,” tandas Rideng saat dikonfirmasi terkait fenomena ‘Anomali’ dan hasil Pilpres dan Pileg yang tidak linier pada Pemilu 2024, Kamis (29/2/2024).
Mantan Ketua KPU Kabupaten Buleleng tahun 2013-2018 ini menegaskan pada bagian lain ada penyelenggara yakni KPU dan Bawaslu bersama jajaran, serta lembaga sebagai pemantau.
“Artinya, pada keseluruhan proses tersebut, terdapat tahapan yang menjadi bagian dari semua proses yang ditetapkan,” ujarnya.
Berdasarkan pengamatannya, Pemilu baik Pilpres dan Pileg tahun ini menunjukan penuh dinamika, seiring kemajuan iptek, yang mana saat ini sangat membantu memberikan refrensi setiap peristiwa termasuk gejala-gejala yang terjadi.
“Bahkan memunculkan istilah-istilah yang penuh interpretasi, termasuk ‘anomali’. Oleh karena itu, agar tidak menjadi liar, tentunya prosedur dan mekanisme terkait proses yang perlu didahulukan,” tegasnya.
Sebagai negara yang menjunjung hukum, kata Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar ini, semua pihak wajib berkomitmen menyelesaikan semua masalah melalui koridor hukum yang ada.
“Kalaupun ada riak- riak, tentunya semua harus membuktikan, termasuk mereka yang mungkin menggugat ke MK, atau pun mengullirkan hak angket yang memang ada aturannya. Semua pihak, termasuk prokontra atas proses ini harus mengedepankan aturan main yang ada, sebagai bagian dari hakikat pembangunan demokrasi,” tandas Rideng yang juga menilai makna linier dalam hajatan Pemilu Serentak berasaskan langsung, umum. bebas, rahasia, jujur dan adil (Luber dan Jurdil) tidak berlaku.
Rideng menegaskan, pada Pemilu Serentak tidak dapat dilakukan penghitungan hasil menurut ‘deret ukur dan hitung’ seperti seseorang memilih partai merah, kuning, hijau dan lainnya pada semua tingkatan kelembagaan.
“Demikian pula seorang pemilih partai tertentu, belum tentu memilih Capres dan Wapres yang diusung partai. Bahkan boleh jadi hanya mencoblos calon Pileg saja, tidak calon Pilpres dan sebaliknya. Ya, ini konsekwensi dari sebuah negara besar dengan jumlah pemilih 204 juta orang dan cakupan wilayah luas yang melebel sebagai negara demokrasi,” tandasnya.
Rideng berharap kedepannya Pemilu yang berpotensi memecahkan belah integrasi bangsa, perlu dikaji untuk mendapat formulasi lebih baik tanpa mengenyampingkan lebel negara demokrasi. (kar/jon)