DENPASAR- Pameran temporer koleksi museum Bali dengan kategori wastra Bali yang langka, menarik untuk dikunjungi.
43 wastra Bali terpilih serta 20 artefak pendukung yang dipajang merupakan karya terpilih dari 529 artefak wastra yang kini menghiasi ruang Gedung Timur Museum Bali.
Pameran yang mengangkat tema ”SAMUDRA MANTANA: Lautan Pengetahuan dan Informasi Peradaban Bali”, akan berlangsung selama 10 hari, sejak dibuka secara umum, Jumat (22/9/2023).
Tjok Istri Ratna Cora Sudharsana selaku kurator bersama Prof. Dr. I Made Bandem, mengungkapkan pameran temporer koleksi Museum Bali menjadi salah satu kegiatan UPTD Museum Bali untuk meningkatkan fungsi dan kinerja Museum Bali sebagai Museum Etnografi.
Tjok Cora menjelaskan, tahapan kurasi karya Pameran Temporer Wastra Bali diawali seleksi koleksi etnografika wastra Bali, dari 529 artefak wastra, dilanjutkan menyeleksi artefak etnografika, seperti alat yang digunakan dalam siklus pembuatan wastra, selanjutnya seleksi karya pendukung berupa video, film pendek terkait pembuatan wastra Bali.
“Tahap berikutnya kriteria seleksi dengan kondisi minimal keutuhannya 80 persen, wastra Bali yang mewakili daerah pesisir, daratan hingga pegunungan, dan setelah seluruh tahapan dikurasi, akhirnya terpilih 43 wastra Bali serta 20 artefak pendukung,” ungkapnya.
Ditambahkan, berbagai wastra yang dipamerkan terdiri dari berbagai jenis seperti: wastra geringsing, wastra songket, wastra endek, wastra cepuk, dan lainnya.
“ Untuk usia juga ada yang cukup tua, ada yang berumur 100 hingga 200 tahunan, “ tandasnya.
Dosen ISI Denpasar itu menegaskan secara keseluruhan artefak etnografik wastra serta artefak etnografik pendukung yang dipamerkan diharapkan dapat mengedukasi masyarakat, penikmat wastra, para kolektor, seniman tenun, dan para siswa.
Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha mengungkapkan tujuan pameran ini sangat bermanfaat terutama bagi kalangan Pendidikan, tujuanya mengajak anak -anak SD, SMP, SMA terbiasa berkunjung ke museum.
“ Belajar sejarah di museum, dijelaskan langsung para curator atau pengelola, yang mana namanya kain cepuk, kekhasan cepuk Buleleng, Karangasem dan sebagainya sehingga anak-anak didik kita langsung mengenal secara langsung,” ungkapnya.
Prof. Arya mengaku kunjungan ke museum masih rendah khususnya warga lokal.
“ Kalau kunjungan wisatawan asing dan luar pulau Bali berkunjung ke museum cukup tinggi, tapi orang kita untuk datang masih rendah utamanya anak-anak siswa kita, ini tantangan kedepan,” tandasnya.
Berbagai kegiatan digencarkan agar minat datang ke museum semakin meningkat. Lanjut Prof. Arya diantaranya dilakukan kegiatan museum keliling, sosialisasi ke sekolah-sekolah, hingga menggelar cerdas cermat anak-anak.
“ Hal ini merupakan salah satu bentuk agar mereka tahu kegiatan atau agenda di museum di Bali,” terangnya.
Untuk diketahui, dalam tahap pengembangannya Museum Bali menambah Gedung Timur sebagai gedung pameran tetap yang baru, melengkapi tiga Gedung bersejarah yang sudah dibangun sejak tahun 1910 yakni Gedung Tabanan, Gedung Karangasem, dan Gedung Buleleng. Keempat gedung tersebut memajang artefak dan koleksi benda-benda seni berbeda genre. Lokasi Museum Bali yang berada di kawasan strategis “titik Nol Kota Denpasar” merupakan Museum Etnografi yang dikelola sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. (sur)