DENPASAR – Joged bumbung tampil di Kalangan Madya Mandala, Taman Budaya Art Centre, serangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) XLV, Senin (26/6/2023) sore.
Kesenian joged sesuai pakem itu dibawakan empat orang penari itu dipersembahkan Sanggar Seni Sudamala, Banjar Sukajati, Desa Taman, Kecamatan Abiansemal, Badung.
Meskipun tidak ada goyangan ‘ngebor’, muda mudi diiringi tabuh joged Kembang Rampe itu mampu menghibur ratusan penonton.
Narasi yang dibawakan pasangan pragina dan pengibing di atas panggung sejalan dengan tema PKB tahun ini ‘Segara Kerthi Prabhaneka Sandhi Samudra Cipta Peradaban’.
Dikisahkan pengibing merupakan pemuda yang jatuh hati dengan penari joged. Segala rayuan dikeluarkan untuk meluluhkan hati si penari, namun tetap ditolak.
Karena cintanya bertepuk sebelah tangan, pengibing frustrasi dan berkeinginan gantung diri. Penari pun mulai kasihan dan balik merayu dengan mengajak pergi melaut mencari ikan.
Ketua Sanggar Sudamala, I Gusti Ngurah Gede Oka Wiratmaja mengatakan, persiapan sebelum tampil di PKB dilakukan sejak Maret 2023, seperti narasi dan menciptakan tabuh yang mengiringi pertunjukan.
Sanggar Sudamala ingin menampilkan kembali pakem asli joged bumbung yang dinilai semakin ditinggalkan.
“Bersyukur ada kesempatan seperti ini (PKB). Kami gali lagi pakem-pakem joged bumbung yang semakin ditinggalkan,” ucap Oka Wiratmaja saat disambangi di belakang panggung.
Menurutnya, penari joged bumbung tak mesti jaruh supaya bisa menghibur penonton. Kesan romantis tidak harus diciptakan melalui gerakan nakal berlebihan, tapi bisa melalui hal-hal sederhana seperti lirikan dan tingkah manja para penari.
“Kesan romantis tidak harus saling gelut (berpelukan) dengan saling lirik saja sudah bisa bikin hati penonton ikut bergetar,” sebut Oka Wiratmaja yang ikut ngibing sore itu.
Selain penari joged, seorang pengibing memiliki peran penting dalam memainkan kreativitas di atas panggung. Alumni Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar ini berharap pengibing yang sudah berani naik ke atas panggung bisa berkreativitas dengan tetap mengikuti pakem tradisi yang ada.
Oka Wiratmaja mengungkapkan, selain di ajang PKB, Sanggar Sudamala selama ini juga mengenalkan joged pakem tradisi melalui pementasan di acara STT, upacara adat, hingga pementasan di hotel.
Salah seorang penari Ni Kadek Dwi Setiari (19) mengaku miris dengan adanya fenomena joged erotis yang berlebihan. Ia mengaku selalu konsisten menampilkan joged tradisi setiap kali ada undangan mentas.
‘Miris juga, kasihan penari-penari yang sudah pakem,” ucapnya ditemui usai menari.
Dengan adanya joged ‘ngebor’ tersebut, mahasiswi Universitas Pendidikan Mahadewa Indonesia (UPMI) mengakui sebagian masyarakat sekarang melihat penari joged secara sebelah mata. Namun, meski dibayangi pandangan masyarakat seperti itu, ia justru tertantang untuk membalikkan image negatif tersebut. Ia yang awalnya adalah penari arja tidak ragu mencoba tantangan baru sebagai penari joged.
Meski terbilang anyar menekuni joged, ia sudah pernah tampil sampai keluar kabupaten. Menurutnya penghasilan yang didapat sekali pentas juga sangat cukup tanpa harus tampil erotis berlebihan. “Gimana ya, lumayan sebenarnya,” ucapnya sumringah. (sur)