DENPASAR- Jantra Tradisi Bali yang digelar bersamaan dengan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-45 berlangsung cukup seru di lapangan timur Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Niti Mandala, Denpasar, Sabtu (24/6/2023).
Di tengah serbuan permainan modern, permainan tradisional masih menjadi sumber suka cita anak-anak.
Jantra Tradisi Bali memperlombakan tiga permainan tradisional Bali, yakni Tajog, Deduplak, dan Terompah. Masing-masing kabupaten/kota mengirimkan perwakilannya yang merupakan siswa-siswi SMP. Selain ketiga permainan tradisional tersebut, pada Minggu depan juga akan diperlombakan permainan Megala-gala.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Gede Arya Sugiartha ikut gembira melihat antusiasme peserta yang mengikuti perlombaan.
Menurutnya, peserta Jantra Tradisi Bali setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan.
Ia menambahkan Jantra Tradisi Bali yang digelar untuk tahun ketiga memang berupaya lebih mendekatkan generasi muda dengan permainan tradisional Bali.
“Jantra Tradisi Bali ini menggali dan membangkitkan tradisi-tradisi Bali salah satunya olahraga dan permainan tradisional,” ujar Arya Sugiartha.
Ia mengakui permainan tradisional sempat redup karena dominasi olahraga dan permainan modern. Padahal menurutnya permainan tradisional memiliki sejumlah unsur penting sportivitas, permainan, dan estetika.
Mantan Rektor ISI Denpasar mengungkapkan kampanye permainan tradisional Bali juga akan terus dilakukan Disbud Kabupaten/Kota termasuk di sekolah-sekolah.
“Di lembaga- lembaga pendidikan sudah mulai masuk menjadi bagian dari pembelajaran,” jelasnya.
Menurutnya, setiap kabupaten/kota di Bali pasti memiliki permainan tradisional khas mereka. Pihaknya terus melakukan inventarisasi agar nantinya semua permainan tradisional di Bali bisa dilestarikan salah satunya dengan ditampilkan pada ajang Jantra Tradisi Bali, bahkan nantinya bisa didaftarkan menjadi warisan budaya tak benda (WBTB)
Dikatakan, beberapa permainan tradisional Bali juga telah sukses ditetapkan menjadi WBTB seperti permainan gangsing yang berkembang di Buleleng hingga gebug ende yang ada di Karangasem.
“Semuanya kita beri ruang untuk bangkit supaya mengemuka lagi, ujar Arya Sugiartha.
Salah satu peserta lomba Tajog perwakilan Kabupaten Bangli I Made Pranditya (15) mengakui permainan tradisional mulai kehilangan pamor di kalangan remaja. Namun demikian ia mengaku masih menemukan keasyikan ketika memainkan Tajog.
“Seru, sambil menjaga keseimbangan berusaha mengalahkan yang lain,” ujar remaja asal Desa Pengiangan, Susut, Bangli.
Ia mengatakan, permaianan tajog diperkenalkan oleh kakeknya. Di sekolah siswa yang juga hobi menggambar ini rencananya juga akan digelar sejumlah perlombaan permainan tradisional. (sur)