KLUNGKUNG- Pecalang Desa Adat Tri Bhuwana,Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung mendatangi kantor petugas Syahbandar wilayah Pelabuhan Kusamba, Selasa (25/10/2022). Mereka memprotes penghentian operasional jetty oleh Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas II Nusa Penida.
Padahal Desa Adat Tri Bhuwana, sedang berupaya mengelola potensi yang ada untuk menopang perekonomian Desa Adat. Salah satunya dengan membangun jetty di Pelabuhan Tri Bhuwana.
Jetty diperuntukan untuk melayani penyeberangan penumpang dari dan ke Nusa Penida. Namun baru sebulan jetty beroperasi, tiba-tiba pihak Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas II Nusa Penida menghentikan operasional dermaga/jetty melalui surat nomor AL.203/1/5/UPP.Npe/2022.
Surat yang ditujukkan kepada Bendesa Adat Tri Bhuwana itu ditandatangani oleh Kepala KUPP I Ketut Gede Sudarma,SE,MH. Dalam surat tersebut tidak disebutkan alasan penghentian operasional jetty. Dalam surat tersebut hanya ditulis, pihak Desa Adat diminta memenuhi izin pembangunan terminal khusus.
Surat tersebut sontak memicu gejolak pihak Desa Adat Tri Bhuwana. Bendesa Adat Tri Bhuwana, I Gusti Lanang Putra Wijaya menurunkan pecalang, memprotes keputusan KUPP yang dinilai sepihak dan tebang pilih.
I Gusti Lanang Putra Wijaya menyatakan, pihak desa adat sangat keberatan dengan penghentian operasional jetty oleh KUPP. Sebab, penghentian itu membawa dampak hilangnya pendapatan desa adat. Tidak itu saja, banyak warga yang menggantungkan hidup bakal kehilangan pekerjaan.
Lanang Putra Wijaya mengatakan, pembangunan jetty yang menelan dana mencapai Rp 1,2 miliar sudah mengantongi izin pemanfaatan ruang laut dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Kami sangat keberatan sekali. Kenapa keberatan, dalam bahasa surat itu, kami tidak terima dengan bahasa penyetopan. Itu bahasa kasar, karena sebelum melakukan penyetopan sama sekali belum pernah ada koordinasi dengan desa adat. Kalau pun melakukan koordinasi dengan desa adat, semestinya mereka memberikan solusi apa yang kurang dalam perizinan yang kita miliki,” ungkap Gusti Lanang Putra Wijaya didampingi pengurus adat lainnya.
Lanang Wijaya menegaskan pihak desa adat tidak menggubris surat dari KUPP dimaksud. Kata dia,desa adat tetap akan mengelola jetty tersebut, karena itu merupakan milik desa adat. Dari pemanfaatan jetty oleh pengelola fastboat, pihak Desa Adat menarik retribusi dari pengelola fastboat besarnya Rp 4.000 per penumpang.
“Itu ada di wilayah Desa Adat dan merupakan padruwen (milik) desa adat sesuai Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali,”ujar Lanang Wijaya.
Lanang Wijaya menyinggung soal izin terminal khusus, menurutnya tidak mungkin membangun terminal khusus, karena Pelabuhan Tri Bhuwana merupakan pelabuhan rakyat dimanfaatkan untuk kepentingan umum dan dipergunakan setiap saat.
“Sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 52 Tahun 2021, terminal khusus itu untuk kepentingan sendiri. Dapat melayani kepentingan umum dalam keadaan tertentu. Sedangkan Pelabuhan Tri Bhuwana ini untuk kepentingan umum dan digunakan setiap saat,”katanya.
Salah seorang petugas syahbandar wilayah Pelabuhan Kusamba, Nengah Warnata dikonfirmasi mengatakan, terkait surat yang dikeluarkan KUPP, pihaknya melakukan upaya komunikasi dan koordinasi dengan pihak desa adat untuk tetap mengikuti ketentuan yang ada.
“ Sehingga jetty untuk naik turun penumpang bisa menjadi jaminan kita menjaga keselamatan dan keamanan selama proses bongkar muat penumpang,” tandas Warnata.
Sementara salah seorang penumpang Kadek Guna Laksmi mengaku dengan adanya jetty penumpang merasa nyaman, tidak lagi basah saat bongkar muat penumpang.
“Jelas nyaman karena bongkar muat penumpang tidak lagi menunggu situasi ombak,” ungkap perempuan asal Desa Pejukutan. (yan)