KLUNGKUNG– Tato merupakan warisan kebudayaan manusia sejak berabad-abad. Di tanah air sendiri, seni melukis tubuh dengan tato dimiliki beberapa suku dan tato menjadi salah satu simbol strata dan kelas sosial masyarakat.
Dahulu tato identik dengan dunia kriminal atau sejenisnya, geng motor, pelaut. Sekarang ini tato tidak lagi identik atau berhubungan dengan dunia kriminal dan sejenisnya.
Tato kini adalah satu di antara seni menggambar tubuh menggunakan tinta dan jarum khusus. Tato telah menjadi riasan tubuh yang populer untuk banyak orang. Ragam bentuknya sangat banyak, mulai yang realis hingga sekadar kata-kata.
Baca juga : Tuding Kejagung Sarang Mafia, Pemilik Akun Quotient TV Dipolisikan
Bahkan pada era industri pariwisata, seni tato sudah menjadi bisnis menggiurkan, karena pelanggannya banyak dari wisatawan mancanegara.
Salah satu seniman yang ikut andil menyelamatkan seni tato dari stigma negatif adalah Dewa Gde Surya Indra Prastika. Perjalanan pria yang akrab dipanggil Dode Pras Lumina ini di dunia seni tato penuh lika-liku perjuangan.
Terjun sebagai seniman, bagi Dewa Gde Surya tidak sekedar panggilan jiwa yang dapat membahagiakan diri sendiri tapi juga bagaimana berusaha berkarya dan karyanya bisa ikut membahagiakan penikmat seni.
Baca juga : Ala Ayuning Dewasa 26 September 2022 : Tidak Baik Melakukan Pernikahan
Dewa Gde Surya mengawalinya dari status sebagai kuli (pekerja) pembuat Bade (di Bali alat pengusungan jenazah). Berbekal darah seni yang diwariskan pihak keluarga, pria dua anak asal Banjar kawan, Desa Tusan, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung ini mampu mengumpulkan uang hasil sebagai kuli bade.
Sedikit demi sedikit uang terkumpul hingga Rp 600 ribu ketika itu, ia sudah dapat membeli peralatan mesin tato.
“Saya masih ingat betul, bagaimana saya mengumpulkan uang dari kerja saya sebagai kuli bade, hingga bisa membeli mesin tato,” cerita Dewa Gde Surya Indra Prastika, Minggu (25/9/2022).
Baca juga : New Xpander Cross Resmi Meluncur di Bali
Ia mengaku sangat tertarik melihat tubuh seseorang dihiasi ragam tato. Bermula dari ketertarikannya itulah ditambah darah seni mengalir dalam tubuhnya, Dewa Surya menapaki dari bawah.
Dewa Surya juga sempat tidak mendapat dukungan dari kedua orang tuanya, ketika memilih jalan sebagai seniman tato. Karena kedua orang tuanya menginginkan dirinya menamatkan bangku kuliah lebih dulu.
Suami dari Kadek Dwi Apriyani ini sempat mengenyam kuliah, tapi saat menjelang menyusun proposal, dengan tekad dan keberaniannya ia menyampaikan kepada kedua orang tuanya, bahwa ia tidak bisa melanjutkan kuliah.
Baca juga : Sempat Dipotong Karena Pandemi, Giri Prasta Kembalikan TPP dan Gaji Pegawai 100%
“Maklum juga,keinginan orang tua agar saya tamat kuliah dulu. Tapi saya punya keinginan lain, saya ingin fokus menggeluti dunia tato. Akhirnya saya sampaikan tidak bisa melanjutkan kuliah. Orang tua sempat kecewa. Karena ini sudah menjadi keputusan saya, orang tua meminta saya mempertanggung jawabkan apa yang saya putuskan,” ungkapnya.
Dalam perjalannya, Dewa Gde Surya memulai dari bawah, sebagai penjaga toko, desainer lukisan baju kaos, sampai ia berulang kali keluar masuk studio seraya belajar. Hingga akhirnya ia berhasil membuka studio sendiri, Lumina Tato Studi di kawasan Seminyak, Kuta, Badung. Ia pun terus mengasah keterampilan seni tato berharap menjadi seniman tato yang profesional.
Hasil tidak menghianati usaha, kini Dewa Surya mempekerjakan sekitar 20 seniman tato, sebagian dari mereka berasal dari keluarga miskin. Hebatnya lagi, dewa Gde Surya berhasil menorehkan prestasi international. Ia meraih Large Black And Grey pada kontes tato pada Australian Tattoo Brisbane, Queensland yang diselenggarakan di Perth Australia Barat, beberapa hari lalu.
Pria kelahiran 25 September 1994 ini, juga pernah menjadi Honorable Jugges (dewan juri) dalam Bali Tattoo Expo. Rencananya Desember tahun ini, ia bakal kembali terbang ke negeri kangguru guna mengikuti kontes tatto. Ia menyampaikan keinginannya menjajal semua negara bagian yang ada di Australia. (yan)