GIANYAR – Gencarnya pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan pemerintah daerah ternyata tak berdampak siginifikan terhadap penjualan batu bata merah di Desa Tulikup, Kabupaten Gianyar.
Padahal, sebagaian besar perajin batu bata merah di Desa Tulikup berharap bisa meningkatkan penjualan di tengah himpitan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
“Banyak warga Tulikup kehilangan pekerjaan karena pandemi Covid-19. Mereka pun kembali menjadi perajin batu bata merah sehingga produksi meningkat, tapi penjualan minim,”ucap perajin batu bata merah, I Nyoman Sukara saat ditemui, Senin (21/2/2022).
“Stok bata kami sangat banyak, sampai ada yang lumutan karena tidak ada yang beli,” imbuh I Nyoman Sukara yang juga Bendesa Tulikup Kelod ini.
I Nyoman Sukara melihat banyaknya pembangunan di Kabupaten Gianyar. Hanya, ia bersama perajin lainnya tidak merasakan dampaknya terutama penjualan bata merah.
“Pembangunan gencar, tapi tidak gunakan bahan lokal. Bagaimana dikatakan ikut memperdayakan produk lokal kalau material yang digunakan justru dari daerah lain,” ujarnya.
Segendang sepenarian, perajin I Gusti Ngurah Winata mengungkapkan, di tengah lesunya penjualan, justru beredar isu bata Tulikup cepat senawanan (haus). Ia pun menampik semua itu.
“Karena adanya isu begitu sehingga banyak yang beralih ke material lain. Padahal sebenarnya tidak. Cepat senawanan karena saat pemasangan banyak menggunakan semen,” tegasnya.
Proses Pembuatan Bata Tulikup Kini Lebih Bagus
Sementara, Perbekel Tulikup, I Made Ardika berharap kepada Gubernur Bali dan Bupati Gianyar mempergunakan bata Tulikup untuk proyek pemerintah.
“Saya harapkan pemerintah tergugah dengan kondisi masayarakat Tulikup yang 65 persen merupakan perajin batu bata. Secara ekonomi, warga sangat terdampak karena menggunakan material lain. Padahal, bata Tulikup memiliki nilai magis untuk pembangunan di Bali,” jelasnya.
Curhat perajin batu bata Tulikup mennyita perhatian Ketua DPRD Gianyar I Wayan Tagel Winarta. Ia pun berharap kepada pemerintah maupun masyarakat agar menggunakan bata Tulikup terutama untuk bangunan stil Bali.
“Jangan ragu menggunakan bata Tulikup. Asalkan proses pemasangannya benar, pasti tidak akan senawanan. Apalagi sekarang kualitasnya jauh lebih baik dari sebelumnya,” tandasnya.
Tagel Winarta menambahkan, pembuatan bata Tulikup kini lebih bagus. Mulai dari proses tanah sampai cetak memerlukan waktu 3-4 hari. Setelah itu, dijemur selama sebulan dilanjutkan pembakaran selama tiga hari tiga malam menggunakan kayu bakar.
“Karena prosesnya itu, saya yakin kualitas bata Tulikup sangat bagus terutama untuk pembangunan kantor dan rumah tinggal yang menggunakan ornamen Bali, apalagi untuk pembangunan tempat suci,” ujarnya meyakinkan. (jay)