DENPASAR – Berbagai tematik diangkat dalam 6 sesi kegiatan Focus Group Discussion (FGD) serangkaian pelaksanaan Kongres Kebudayaan Bali 2024, Desember mendatang. Nantinya, dalam pelaksanaan Kongres kebudayaan ada 10 objek pemajuan kebudayaan yang akan dibahas.
Pada Rabu (13/11/2024), Dinas Kebudayaan Provinsi Bali mengangkat pengetahuan tradisional dan teknologi tradisional sebagai topik utama dalam diskusi terpumpun yang berlangsung di Ruang Serasehan Art Center, Taman Budaya Provinsi Bali. FGD ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Tjokorda Gede Mahatma Putra Kerthyasa dan Ir. Nyoman Popo Priyatna Danes serta dipandu oleh Dr. Eng. I Wayan Kastawan, S.T., M.A. sebagai moderator.
Pada saat itu, Tjokorda Gede Mahatma Putra Kerthyasa menyampaikan presentasi tentang pengetahuan tradisidonal yang membuka gambaran seluas-luasnya tentang sumber pengetahuan, seperti tatwa, filosofi dan yang lainnya. Di singgung pula Tri Hita Karana, Desa Kala Patra, Bayu Sabta Idep yang menjadi sumber pentetahuan, termasuk konsep Weda, Sastra, Purana dan lainnya.
Namun, dalam diskusi itu, Tokoh asal Puri Ubud ini lebih fokus mengupas tentang pengobatan tradisional. “Pengobatan tradisional ini salah satu jurusan pengetahun yang sangat penting bagi kita terutama di Bali. yaitu tentang ilmu Kanda Pat yang memiliki hubungan yang sangat erat dengan ilmu pengobatan, kesehatan termasuk ke dalam ranah yang lainnya,” katanya.
Menurutnya, dalam ilmu pengobatan itu lontar-lontar menjadi sumber pengetahuan. Termasuk beberapa gabungan pengalaman imperis dan pengalaman perseorangan. “Melalui FGD ini, saya berharap kita mempunyai sebuah dukungan administratif dari pemerintah untuk membimbing siap-siapa saja yang ingin membangun sebuah profesi berdasarkan pengetahuan tradisional di Bali,” harapnya.
Ia lalu mencontohkan dalam sistem pengobatan dan kesehatan di Bali, pemerintah hendaknya mendukung dan membimbing orang-orang yang ingin mencari izin untuk produksi ramuan tradisional berdasarkan ilmu kesehatan tradisonal. “Saat mencari izin kesehatan tradisonal itu, menjadi kendala adalah menggunakan standarisasi pengobatan kimia untuk menilai obat-obat tradisional,” ungkapnya.
Untuk mengantongi izin itu, terkadang meminta standar yang sama dengan perusahaan obat kimia. Sedangkan efek sampingnya tidak sama. Selain itu, juga sudah berdasarkan literature, turun temurun dari generasi ke generasi yang sudah dilakukan sejak ratusan tahun dibuktikan secara imperis. “Walau sudah mengatakan hal seperti itu, petugas tetap minta standar melalui studi dan riset yang sama seperti pengobatan secara kimia,” ungkapnya.
Sementara itu Popo Danes memaparkan tentang transformasi teknologi tradisional Bali. hal itu dilakukan, karena Bali sudah mengglobal. Bali kini bukan milik orang Bali saja, tetapi milik dunia. Maka itu, tatanan yang ada di Bali bukan seperti zaman dulu yang homogin, sehingga penting adanya transformasi teknologi tradisional Bali untuk menjaga Bali.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Prof Dr I Gede Arya Sugiartha disela-sela FGD itu mengaku sengaja mendatangkan kedua narasumber ini karena memiliki pengetahuan tradisional yang mempuni. Tjokorda Gede Mahatma Putra Kerthyasa memiliki pengetahuan tradisional yang luar biasa yang tidak terbayangkan oleh para peserta, maka dimunculkan kali ini.
Kalau Popo Danes sampai saat ini masih sangat konsentrasi terhadap tradiasional, tetapi sudah meranah ke dunia modern. Popo Danes mampu menyeimbangkan yang tradisional untuk tetap kuat, tetapi maju. Popo Danes memanfatkan teknologi untuk mendorong tradisional untuk maju, namun jangan sampai merubah dasar atau kekhasan tradisional itu sendiri.
Menurut Kadis Prof. Arya, FGD ini bagian dari kongres yang akan diselenggarakan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali pada tanggal 6 Desember 2024. Ada sebanyak 6 kali melakukan FGD untuk mematangkan materi-meteri yang akan disampaikan dalam kongres nantinya. Ada 10 objek pemajuan kebudayaan yang akan dibahas, yaitu tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, permainan rakyat, olahraga tradisional, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, dan ritus.
Semua objek itu harus dibahas, sehingga setelah FGD akan dilanjutkan dengan pleno yang akan berlangsung pada tanggal 6 Desember 2024. Acara itu akan besar dan resmi dihadiri Gubernur dan mengundang para tokoh dan sebagainya. Hasil dari kongres yang sudah dibahas, yaitu Pokok Pokok Kebudayaan Bali (PPKB) selama tiga tahun belakangan ini.
Pembahasannya, apa yang menjadi masalahnya, apa yang terjadi, apakah semakin kuat atau semakin maju. “Berdasarkan itu, kemudian Disbud membuat rencana strategis lima tahun penguatan dalam pemajuan kebudayan. Dasarnya dari PPKB ini,” imbuhnya. Pada tanggal 6 Desember nanti merumuskan hasil PPKB, dan setelah itu Disbud akan merumuskan Rencana Pembangunan Jangka Pendak dan Menengah (RPJPM) itu diselesaikan dalam amanah PPKD. (sur)