BADUNG – Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar, mendeportasi seorang warga negara Rusia berinisial VS (31). Pendeportasian dilakukan, akibat yang bersangkutan terbukti overstay lebih dari 60 hari. Untuk diketahui, VS pertama kali tiba di Indonesia pada 7 Agustus 2024 untuk berlibur, dengan tinggal pada sebuah penginapan di Bali. Awalnya, dia mengira bahwa sistem visa di Indonesia mirip dengan Thailand. Dimana izin tinggal otomatis diperpanjang, jika tidak meninggalkan negara.
Padahal, izin tinggalnya yang berlaku selama 30 hari telah habis pada 5 September 2024. Dan VS baru menyadari kesalahannya setelah paspornya yang sempat terselip akhirnya ditemukan kembali.
Dalam pemeriksaan oleh petugas Kantor Imigrasi (Kanim) Ngurah Rai, VS mengaku tidak pernah datang ke Kanim untuk menanyakan perihal izin tinggalnya. Ketidakpahaman terhadap aturan keimigrasian, mengakibatkan dia melampaui batas izin tinggal yang berlaku. Meski demikian, VS menyatakan kesulitan membayar denda karena dianggap terlalu besar yakni senilai Rp 1 juta rupiah per hari.
“Orang Asing yang tidak membayar biaya beban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian berupa Deportasi dan Penangkalan,” ungkap Kepala Rudenim Denpasar, Gede Dudy Duwita.
Dudy juga menegaskan bahwa pihaknya tidak akan berkompromi dengan pelanggaran izin tinggal oleh warga negara asing. Penegakan aturan keimigrasian adalah prioritas untuk menjaga ketertiban dan keamanan, khususnya di Bali sebagai daerah wisata internasional.
Apakah ketidaktahuan menjadi pertimbangan? Ditanya demikian, Dudy mengingatkan sebuah prinsip hukum yakni ‘Ignorantia Juris Non Excusat’. Yang mana artinya adalah ‘Ketidaktahuan Terhadap Hukum Bukan Alasan Pembenar.
“Asas ini berlaku universal, termasuk di Indonesia. Semua orang, termasuk warga negara asing, diharapkan memahami aturan hukum di negara yang mereka kunjungi. Ketidaktahuan bukan alasan untuk melanggar hukum, apalagi di sektor keimigrasian yang berdampak langsung pada ketertiban negara,” imbuhnya. (adi,dha)