KARANGASEM – Peristiwa erupsi Gunung Agung di Karangasem, pada kurun waktu 2017-2018, menjadi pengalaman pahit dalam perjalanan birokrasi di Kabupaten Karangasem. Peristiwa itu melumpuhkan seluruh aktivitas masyarakat, bahkan sudah menjadi “aib” bagi Pemkab Karangasem kala itu, karena gelagapan dalam melakukan langkah mitigasi dampak bencana.
Menariknya, skandal penanganan erupsi Gunung Agung ini menjadi bahan perdebatan dalam Debat Terbuka Kedua Calon Bupati dan Wakil Bupati Karangasem, yang disiarkan secara live oleh televisi lokal Bali TV, Minggu (3/11). Isu ini menjadi pertanyaan paslon 01, I Wayan Kari Subali dan I Ketut Putra Ismaya Jaya (Karisma).
Ismaya cukup bernyali mempertanyakan itu, kepada paslon 03 Gusti Putu Parwata dan Pandu Prapanca Lagosa (GP), pada sesi debat antar paslon. “Kami ingin bertanya, ketika terjadi erupsi Gunung Agung, apakah bapak calon bupati akan meninggalkan masyarakat Karangasem bersama keluarga kembali?,” sorot Ismaya.
Pertanyaan itu jelas membuat panas Calon Bupati Karangasem Gusti Putu Parwata. Sebab, pertanyaan itu membangkitkan luka lama masyarakat Karangasem atas skandal tersebut. Bahwa Bupati Karangasem saat itu, I Gusti Ayu Mas Sumatri, yang merupakan ibu dari Gusti Putu Parwata, ramai jadi pembicaraan di tengah kepanikan warga mengungsi, karena mobil dinasnya kedapatan melaju ke arah Denpasar melawan arah di lajur kanan. Kala itu banyak masyarakat Karangasem yang melihat langsung, karena sepanjang akses jalan itu lumpuh total sejak malam hingga pagi, gara-gara kaget menerima informasi erupsi Gunung Agung.
Pertanyaan itu sontak membuat penonton di lokasi debat bersorak, seolah mengamini peristiwa besar nan memalukan itu. Mendapat serangan tajam tersebut, Gusti Putu Parwata, nampak gelapan. Dia membantah keras Bupati Karangasem bersama keluarga waktu itu, dituduh kabur ke Denpasar menyelamatkan diri, meninggalkan masyarakat Karangasem yang terjebak kemacetan. “Saya rasa saat Gunung Agung meletus, tidak ada seorang pemimpin yang lari. Malah, (kami) masih membangun Pura Nangka pada saat itu. Kami selalu ada di dalam masyarakat,” terang pengusaha ini.
Sementara, calon Wakil Bupati Karangasem Pandu Prapanca Lagosa, memilih tidak menanggapi pertanyaan tendensius ini. Karena menurut dia, dasar dari pertanyaan itu adalah hoax, yang viral di media sosial, sehingga dirasakan tidak pantas dipertanyakan dalam forum resmi debat terbuka kedua ini.
Disisi lain, saat pertanyaan serupa perihal bagaimana langkah mitigasi bencana erupsi Gunung Agung, juga ditujukan paslon 01 kepada Paslon 02 I Gede Dana-I Nengah Swadi (Dana-Swadi), calon bupati petahana dari PDI Perjuangan ini, menanggapi dengan elegan dan taktis. Menurut Gede Dana, meski bencana erupsi tidak bisa dipastikan kapan terjadi, namun sebagai kepala daerah, tentu harus menyiapkan langkah-langkah efektif. Pertama, jalur evakuasi sudah disiapkan dengan baik. Jalan-jalan jalur evakuasi sudah diaspal. Sehingga masyarakat di lereng Gunung Agung, segera dapat menyelamatkan diri apabila erupsi tiba-tiba kembali terjadi.
Kedua, melakukan normalisasi induk sungai, sehingga ketika terjadi erupsi maupun banjir lahar dingin, tidak meluap ke samping dan mengancam pemukiman warga. Gede Dana juga sudah memetakan, seandainya erupsi kembali terjadi, dimana titik-titik tempat yang aman saat warga di lereng Gunung Agung harus mengungsi. “Kami sudah menyiapkan master plannya.
Sehingga ketika terjadi erupsi, pemerintah daerah dan masyarakat kita tidak panik. Bahkan, kami memiliki Relawan Gotong Royong, Tagana (Taruna Siaga Bencana) hingga Desa Tanggap Bencana. Kami sudah siapkan itu, tinggal meningkatkan kapasitasnya,” tegas Gede Dana.
Bahkan, Gede Dana juga sudah menyiapkan cadangan pangan, berikut dasar ketentuan perdanya. Dimana anggarannya dititipkan lewat Bulog. Meski demikian, Gede Dana selalu berdoa dan berharap agar masyarakat Karangasem dijauhkan dari bencana erupsi Gunung Agung. Sebab, ketika erupsi terjadi, masyarakat sangat menderita, ekonomi warga lumpuh, pariwisata terhenti. Dampak erupsi Gunung Agung merupakan pengalaman kelam yang akan selalu diingat masyarakat Karangasem. Karena untuk pulih kembali dari situasi itu, membutuhkan waktu bertahun-tahun. (*dha)