DENPASAR – Wakil Ketua DPRD Bali IGK. Kresna Budi yang akan dilantik secara resmi bersama pimpinan DPRD Bali Selasa (8/10/2024), mengusulkan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diterima Pemprov Bali pasca Pandemi Covid 2019 minta diputihkan.
Dana PEN yang diterima Pemprov Bali senilai Rp 1,5 Triliun tersebut minta diputihkan dengan alasan Bali masih defisit anggaran dalam APBD hingga mencapai Rp 600 miliar dari angka defisit sebelumnya Rp 1,9 triliun.
Permintaan pemutihan dana PEN yang diterima dari pemerintah pusat tersebut disampaikan IGK. Kresna Budi di kantor DPRD Bali, Senin (7/10/2024).
Menurut IGK. Kresna Budi, dampak Covid 2019, bagi Bali sebagai daerah tujuan wisata dunia memang sangat berat. Ekonomi Bali saat itu, benar-benar terpuruk. Adanya kucuran dana PEN dari pusat, dirasakan akan sangat membantu dalam upaya pemulihan ekonomi Bali pasca Covid-19.
Namun, setelah merasakan adanya keharusan untuk pengembalian pokok plus bunga, bagi Bali sangat berat. Terlebih lagi, Bali sejak tahun 2023 lalu APBD Bali mengalami defisit hingga Rp 1,9 triliun.
“Syukurnya setelah ada Pj. Gubernur mampu melakukan efesiensi dan angka defisit menjadi Rp 600 miliar,”ujarnya.
Politisi Golkar asal Buleleng ini mengatakan, adanya pemberian dana PEN dari pusat ini, seolah-olah pemerintah pusat bukannya membantu Bali ditengah keterpurukan ekonomi pasca Covid-19. Sebaliknya, pemerintah pusat menjadi rentenir, karena dana PEN yang dikucurkan pokoknya harus dikembalikan plus bunga.
Hal itu jelas sangat berat bagi Bali apalagi kontribusi Bali kepada pemerintah pusat sangat besar dari devisa negara yang diperoleh dari kontribuai pariwisata ke Bali.
“Pengembalian dana PEN ke pusat sangat berat kita rasakan, kebijakan pemerintah pusat seperti rentenir. Pemerintah pusat bukannya membantu tetapi Bali direntenirin. Kita baru sadar, kita minta semua cicilan pembayaran dana PEN minta dikembalikan baik pokok maupun bunga harus dikembalikan untuk menutupi defisit dalam APBD Bali 2024,”pintanya.
Kresna Budi menambahkan, dana PEN yang diperoleh pemerintah Provinsi Bali dari pemerintah pusat tersebut diantaranya dimanfaatkan untuk pembangunan pusat kebudayaan Bali (PKB) di eks galian C, Gunaksa Klungkung.
Pemanfaatan dana dan pembangunan pusat PKB, DPRD Bali sangat mendukung dan setelah pembangunan, Bali mendapatkan manfaatnya. Karena dana PEN harus dikembalikan dan dibebani bunga, jelas sangat memberatkan dan membebani APBD Bali sehingga bantuan pusat ini membuat Bali sengsara.
“Seharusnya Bali mendapatkan duit gratis, tetapi harus mengembalikan pokok dan bunga, ini sangat merugikan Bali dan kontribusi Bali dari sektor pariwisata ke pemerintah pusat tidak dihargai olehkarenanya dana PEN yang kita terima harus diputihkan oleh pusat,”tegasya.
Seperti diketahui untuk mendapatkan pinjaman PEN, pemerintah daerah perlu memenuhi empat syarat. Pertama, daerah tersebut harus merupakan daerah yang terdampak pandemi covid-19.
Kedua, pemerintah daerah tersebut memiliki program atau kegiatan pemulihan ekonomi daerah yang mendukung program PEN yang secara garis besar terbagi menjadi tiga bagian yakni kesehatan, jaring pengaman sosial dan pemulihan ekonomi.
Ketiga, jumlah sisa pinjaman ditambah dengan jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. Keempat, daerah tersebut harus memenuhi nilai rasio kemampuan keuangan untuk mengembalikan pinjaman daerah paling sedikit 2,5 persen.
Sementara dalam penyaluran dana PEN tersebut ada dua bentuk pinjaman PEN daerah. Pertama adalah pinjaman program yakni pinjaman daerah yang penarikannya mensyaratkan dipenuhinya Paket Kebijakan yang disepakati antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
“Paket Kebijakan yaitu dokumen yang berisi program dan kebijakan pemerintah daerah dalam rangka mendapatkan pinjaman program,”pungkas Kresna Budi. (arn/jon)