KARANGASEM – Pertama di Indonesia dan menjadi yang ke-89 di dunia, Agroforestri Salak di Desa Adat Sibetan, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali, ditetapkan sebagai Situs Globally Important Agricultural Heritage System (GIAHS).
Penetapan ini dilaksanakan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO) dalam sidang di sekretariat FAO Roma yang dilaksanakan 19 September 2024.
Penetapan itu setelah melalui serangkaian proses termasuk verifikasi proposal, Salak Agroforestry System in Karangasem, 2-4 Februari 2024.
Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Karangasem, I Nyoman Siki Ngurah merasa bersyukur sekaligus mengucapkan terima kasih atas dukungan tim GIAHS pusat maupun tim GIAHS Kabupaten Karangasem serta semua pihak yang terlibat atas perjuangan dan pendampingan sehingga bisa meraih penetapan GIAHS oleh tim FAO Roma.
“Dukungan, partisipasi dan komitmen dari semua pihak untuk mendukung dan keberlanjutan program GIAHS sangat kami harapkan dalam rangka menjaga ketahanan pangan, pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Karangasem,” kata Siki Ngurah, Rabu (2/10/2024).
Menurut Siki Ngurah, tanaman salak yang ada di Sibetan penuh sejarah merupakan warisan turun temurun sejak abad ke-14. Ini juga yang membuat sistem pertanian salak Sibetan sangat melekat dengan kehidupan masyarakat, salak merupakan sumber pangan, sumber kehidupan bagi petani dan masyarakat.
Agroforestri salak Sibetan juga tempat pelestarian sumber daya genetik yang sangat kompleks, memiliki 14 jenis salak, masyarakat di dalam bertani memiliki pengetahuan tradisional budidaya salak, baik cara bercocok tanam dengan 5 strata salak yang sudah menjadi kearifan lokal sejak dulu. Selain itu kehidupan sosial budaya yang kental dengan tradisi, dan memiliki bentang alam landscape yang sangat menarik.
“Pohon salak ini adalah pohon pintar yang bisa diarahkan tumbuhnya, pohon awet muda dengan sistem perundukan dan akan tumbuh terus,” jelasnya.
Siki Ngurah, mengakui, penetapan GIAHS sangat penting, karena keberadaan salak Sibetan secara otomatis sudah mendapatkan pengakuan dunia. Selain itu juga akan bisa menjadi tempat study, pelestarian.
“Dan ini tentu akan bisa memberikan dampak ekonomi dan kesejahteraan yang lebih pada petani dan masyarakat Sibetan,” tandas Siki Ngurah. (wat)